Rabu, 03 September 2014

SITEPLAN PENGELOLAAN SAMPAH KAB. JEMBER



Text Box: [TYPE YOUR NAME]
PENGELOLAAN SAMPAH

RENCANA INDUK (MASTER PLAN)
PENGELOLAAN SAMPAH KABUPATEN JEMBER
TAHUN 2014 – 2015


Latar Belakang
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai yang negatif karena dalam penanganannya, baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya yang cukup besar.
Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak di Kota-kota di Indonesia, sebab apabila tidak dilakukan penan.ganan yang baik akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan, baik terhadap tanah, air dan udara. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap sampah.
Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompieks dan rumit dengan semakin kompleksnya jenis maupun kompisisi dari sampah sejalan dengan majunya kebudayaan. Oieh karena itu penanganan sampah di perkotaan relatif lebih dibanding sampah di desa-desa.
Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan Kota-kota di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang sekitar 60% dari seluruh produksi sampahnya. Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan cara yang tidak saniter, boros dan mencemari.
Untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi dalam penanganan sampah di Kabupaten Jember, maka dalam pengelolaannya harus cukup layak diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal tersebut, maka perlu pemilihan cara clan teknologi yang tepat, perlu partisipasi aktif dari masyarakat dari mana sumber samaph berasal clan mungkin perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait. Disamping itu juga perlu aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan¬peraturan mengenai lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh sampah.
Untuk mendukung pembangunan Kabupaten Jember yang berkelanjutan clan seiring dengan adanya peraturan-. peraturan baru mengenai Lingkungan Hidup clan Persampahan maka perlu dicari suatu cara pengelolaan sampah secara baik clan benar melalui perencanaan yang matang clan terkendali dalam bentuk pengelolaan secara terpadu. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada tahun anggaran 2014 Kabupaten Jember akan melakukan kegiatan Penyusunan Rencana Induk Persampahan.

Dasar Hukum
Dalam rangka menyusun Rencana Induk (Master Plan) pengelolaan sampah Kabupaten Jember berpedoman pada :
1.      Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan
2.      Permen PU No. 21/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan Persampahan
3.      Permen Dagri No. 33 Tahun 2012 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah
4.      Perda No. 4 Tahun 2011 tentang Retribusi Jasa Umum
5.      Perbup No. 57 Tahun 2008 tentang Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Jember
6.      Perbup No. 29 Tahun 2012 tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
7.       
Pedoman teknis pengelolaan sampah
1.      SNI 03-3241-1994 tentang Tata cara pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah
2.      SNI 03-3242-1994 tentang Tata cara pengolahan sampah dipemukiman
3.      SNI 19-2454-2002 tentang Tata cara teknik operasional pengolahan sampah perkotaan


Maksud, Tujuan Dan Sasaran
Sebagaimana telah diuraikan dalam Latar Belakang tersebut diatas, maka maksud dan tujuan dari pekerjaan ini diuraikan sebagai berikut :

Maksud
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyusun Rencana induk (Master Plan) Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Jember.

Tujuan
Tujuan dari pekerjaan Penyusunan Rencana Induk Persampahan ini adalah sebagai berikut:
1.   Tersusunnya Rencana Induk Sistem Pengelolaan sampah yang memuat rencana umum pengelolaan persampahan meliputi aspek teknis operasional, hukum dan peraturan, kelembagaan dan institusi, keuangan dan pembiayaan dan peran serta masyarakat dan swasta.
2.   Tersusunnya indikasi program dan rencana investasi pembiayaan pengelolaan persampahan jangka mendesak, jangka pendek,jangka menengah dan jangka panjang.
3.   Tersusunnya konsep efisiensi pembiayaan, seperti biaya pengangkutan yang dapat ditekan karena dapat memangkas mata rantai pengangkutan sampah, dsb.
4.   Tersusunnya konsep reduksi sampah dari sumber, sehingga tidak diperlukan lahan besar untuk TPA.
5.   Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis.
6.   Dapat lebih mensejahterakan petugas pengelola kebersihan.
7.   Tersusunnya konsep pengelolaan persampahan yang ekonomis dan berwawasan lingkungan (ekologis).
8.   Dapat membuka kesempatan/ lapangan kerja melalui berdirinya badan usaha yang mengelola sampah menjadi bahan yang bermanfaat.
9.   Tersusunnya konsep pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan kota.
10. Tersusunnya konsep pemberdayaan kelembagaaan, peraturan daerah dan investasi serta pembiayaan pengelolaan persampahan secara terpadu.
Sasaran pekerjaan ini adalah meningkatnya kebersihan lingkungan yang sehat dan bersih, berkurangnya konflik sosial masyarakat dalam operasional pengelolaan persampahan, terbentuknya pengolahan sampah dengan sistem 3R di sumber sampah, terbentuknya usaha daur ulang dan composting, dan berkurangnya beban operasional truk sampah dan TPA.

Persoalan Pengelolaan Persampahan
Persoalan utama pada pengelolaan sampah terjadi karena beberapa hal, yaitu :
1.   Peningkatan jumlah sampah secara signifikan akibat adanya perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat akibat terjadinya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada era orde baru (sebelum terjadi krisis moneter tahun 1997).
2.   Terjadi pertumbuhan penduduk yang tinggi di daerah perkotaan yang membutuhkan penanganan sampah secara kolektif. Pengelolaan secara individu (dalam arti menimbun dan membakar) semakin tidak layak untuk lingkungan perkotaan.
3.   Pertumbuhan jumlah sampah tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan yang berasal dari masyarakat penghasil sampah untuk mendanai/membiayai pengelolaan sampah perkotaan. Selain itu, anggaran pengelolaan persampahan yang berasal dari Pemerintah tidak mencukupi untuk memenuhi standard pelayanan yang diperlukan.
4.   Ketersediaan lahan untuk TPA sampah yang memenuhi persyaratan (teknis, lingkungan, sosial budaya, legalitas kepemilikan, dan aspek keuangan) semakin terbatas.
5.   Peningkatan kemampuan lembaga/institusi pengelola persampahan berjalan dengan lambat sehingga tidak mampu mengantisipasi persolan yang timbul di masyarakat.

Paradigma Baru Pengelolaan Sampah
Pendekatan yang akan digunakan konsultan dalam melaksanakan pekerjaan penyusunan Rencana Induk Persampahan Kabupaten Jember akan mengacu pada sistem REDUCE (mengurangi), REUSE (menggunakan kembali), RECYCLE (mendaur ulang), PARTICIPATION (melibatkan masyarakat) sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Persampahan.
Pendekatan Kebijakan
Secara lebih spesifik pendekatan yang akan dilakukan dalam Kajian Pengelolaan Sampah di Kabupaten Jember ini, meliputi :
1.   Pendekatan terhadap Peraturan PerUndang-Undangan/Kebijakan yang berlaku baik ditingkat Pusat maupun di tingkat Daerah. (seperti : RUTRK, RTRW dan lain sebagainya yang relevan).
2.   Millenium Development Goal (2015).
3.   National Action Plan Persampahan
4.   Ketentuan Teknis (SNI untuk perencanaan sampah perkotaan dan SNI UNJ 03-3241-1994) tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah dan cara “Weighted Ranking Technique”.

Pendekatan Kelembagaan
Dalam melaksanakan pekerjaan ini Konsultan secara aktif akan melakukan koordinasi dan membangun kerjasama yang erat dengan Tim Teknis Pemberi Tugas dan instansi lain yang berkaitan dengan proyek ini. Pelaksanaan pendekatan kelembagaan dalam kegiatan ini sangat diperlukan mengingat pertimbangan sebagai berikut :
1.   Waktu pelaksanaan pekerjaan ini cukup singkat yaitu 4 (empat) bulan, dengan demikian dibutuhkan kerjasama dan koordinasi yang cukup baik dari para pihak yang terkait dengan pekerjaan ini khususnya yang dapat membantu menyediakan data-data yang dibutuhkan.
2.   Kegiatan penyusunan rencana induk persampahan sangat terkait dengan dengan instansi lain, dengan demikian kegiatan ini dapat dijadikan sebagai sosialisasi program dan meningkatkan kerjasama yang komprehensif dalam pengelolaan persampahan di wilayah Kabupaten Jember.
3. Diperkirakan instansi terkait di daerah memiliki rencana dan program pengelolaan persampahan, dengan demikian kegiatan ini diharapkan dapat menjadi penguatan program-program atau saling melengkapi dengan program-program lokal yang ada.
Dalam kaitannya dengan pendekatan kelembagaan ini, konsultan akan melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Pemberi Tugas/Pemimpin Proyek, Tim Teknis, dan aparat di daerah, agar kebutuhan dan aspirasi daerah dapat diakomodasikan. Koordinasi dan komunikasi dalam frekuensi yang tinggi akan sangat membantu kelancaran dan keberhasilan perencanaan ini dan setiap permasalahan yang timbul akan dapat segera diselesaikan.
Dengan seringnya berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak Pusat maupun daerah, diharapkan akan memperlancar dan mempercepat dalam menyelesaikan permasalahan yang mungkin akan terjadi. Survey lapangan dalam rangka mengidentifikasi permasalahan pengelolaan sampah serta mengidentifikasi daerah genangan akan lebih baik bila dilakukan bersama-sama dengan pihak daerah untuk menghindari kesalahan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan nantinya.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikoordinasikan antara lain :
1.   Menyamakan interpretasi tugas, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pekerjaan ini.
2.   Mendiskusikan rencana kerja dan jadwal pelaksanaan khususnya pekerjaan survey lapangan.
3.   Merencanakan sistem komunikasi yang efektif dan terorganisir antara Konsultan dan Pemberi Tugas/Tim Teknis serta semua instansi terkait.
4.   Prosedur dan perizinan yang diperlukan dari Pemberi Tugas.

Pendekatan Teknis
Sistem Pengelolaan Eksisting
Pengelolaan persampahan merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa komponen yang saling berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang mempunyai satu tujuan. Bentuk interaksi ini mempunyai ketentuan dan peraturan. Komponen yang mempunyai bentuk tersebut di atas disebut subsistem. Subsistem tersebut adalah:
a. Organisasi dan Manajemen
b. Teknik Operasional
c. Pembiayaan dan Retribusi
d. Ketentuan dan Peraturan


Pengelolaan Persampahan
Pengelolaan persampahan Kabupaten - Kabupaten di Indonesia mempunyai pola yang hampir sama.
Ditinjau dari segi teknik operasionalnya, pengelolaan persampahan meliputi kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir.
Operasi bersifat integral dan terpadu karena setiap proses tidak dapat berdiri sendiri, melainkan saling pengaruh mempengaruhi secara berantai.
Adapun urutan kegiatan sistem operasional pengelolaan persampahan secara umum adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan pewadahan sampah
2. Kegiatan pengumpulan sampah
3. Kegiatan pemindahan sampah
4. Kegiatan pengangkutan sampah
5. Kegiatan pengelolaan sampah
6. Kegiatan pembuangan akhir
A. Pewadahan Sampah
Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum di kumpulkan, dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Tujuan utama dari pewadahan adalah untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga mengganggu lingkungan dari segi kesehatan, kebersihan dan estetika.
Pewadahan dapat dikelompokkan sebagai pewadahan individual serta pewadahan komunal (yang merupakan bagian dari proses pengumpulan). Pewadahan individual dimaksudkan untuk menampung sampah dari masing-masing sumber sampah, sesuai dengan sistem/ pola pengumpulan yang diterapkan, dimana setiap rumah tangga harus tetap mempunyai pewadahan individual.
Cara-cara ataupun sistem pewadahan sampah dikelola dengan baik oleh setiap pemilik persil pada daerah-daerah pelayanan merupakan faktor penunjang keberhasilan operasi pengumpulan sampah. Tujuan dari pewadahan akan tercapai apabila orang mau membuang sampah kedalamnya, dan pewadahan tersebut mampu mengisolasi sampah terhadap segala sesuatu di sekitarnya.
Untuk itu hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain pewadahan adalah sifat, bahan, warna, volume dan konstruksinya, yang harus memenuhi persyaratan praktis, ekonomis, estetis dan higienis.
Secara umum, bahan pewadahan sampah harus memenuhi syarat sebagai berikut:
a.  Awet dan tahan air (kedap air)
b. Mudah untuk diperbaiki
c. Ekonomis, mudah diperoleh/ dibuat oleh masyarakat
d.         Ringan dan mudah diangkat sehingga tidak melelahkan petugas dalam proses pengumpulan
e. Penggunaan warna yang menarik dan menyolok
Adapun kriteria penentuan ukuran (volume) pewadahan sampah biasanya ditentukan berdasarkan:
a. Jumlah penghuni dalam suatu rumah
b. Tingkat hidup masyarakat
c. Frekuensi pengambilan/ Pengumpulan sampah
d.         Sistem pelayanan, individual atau komunal
Berdasarkan tempat sumber timbulannya, bahan dan jenis wadah sampah padat diuraikan sebagai berikut:
a.  Sampah rumah tangga wadahnya dapat berupa:
1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas
2)    Tong/bin dari kayu
3)    Container besi
4)    Kantong plastik
5)    Kantong kertas
b. Sampah toko/restoran wadahnya berupa :
1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas
2) Tong/bin dari kayu
3) Container besi
4) Kantong plastik
c. Sampah kantor/ bangunan gedung wadahnya berupa :
1) Bak tembok
2) Container besi
3) Kantong plastik besar
Cara pengambilan wadah sampah dapat dilakukan dengan cara manual atau secara mekanik. Oleh karena itu perlu ditetapkan suatu standarisasi ukuran dan bentuk serta perlengkapannya. Ukuran wadah menggunakan tenaga orang (manual) misalnya harus dirancang sedemikian rupa sehingga mudah diangkat dan beratnya diperhitungkan mampu bagi seseorang untuk mengangkatnya. Sedangkan wadah yang menggunakan tenaga mekanik, ukuran dan berat penuhnya disesuaikan dengan spesifikasi kendaraan angkutannya (load-haul atau compactor truck).
Lokasi penempatan wadah pada umumnya belum seragam. Untuk wadah sampah yang pengambilannya menggunakan tenaga orang, lokasi ada yang ditempatkan di depan rumah, di belakang rumah, di tepi trotoar jalan, dan sebagainya. Demikian pula cara penempatannya ada yang ditempatkan di udara terbuka dan ada yang diberi alat pelindung/ atap.
B. Pengumpulan Sampah
Yang dimaksud dengan sistem pengumpulan sampah yaitu cara atau proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan/ penampungan sampah dari sumber timbulan sampah sampai tempat pengumpulan sementara/ stasiun pemindahan atau sekaligus diangkut ke tempat pembuangan akhir.
Pengambilan sampah dilakukan setiap waktu sesuai dengan periodesasi tertentu. Periodesasi biasanya ditentukan berdasarkan waktu pembusukkan sampah, yaitu kurang lebih berumur 2 – 3 hari, yang berarti pengumpulan sampah dilakukan maksimal setiap 3 hari sekali. Makin sering semakin baik, namun biasanya operasinya lebih mahal.
Pengumpulan umumnya dilaksanakan oleh petugas kebersihan Kabupaten atau swadaya masyarakat (pemilik sampah, badan swasta atau RT/RW). Pengikut sertaan masyarakat dalam pengelolaan sampah banyak ditentukan oleh tingkat kemampuan pihak Kabupaten dalam memikul beban masalah persampahan Kabupatennya.
Termasuk dalam pekerjaan pengumpulan adalah penyapuan jalan dan pembersihan selokan. Pengawasan akan mutu pekerjaan ini cukup penting terutama pembersihan selokan pada musim penghujan, sehubungan dengan pencegahan banjir.
Sistem atau cara pengumpulan sampah ini dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
a. Peraturan-peraturan/ aspek legal pada daerah setempat
b. Kebiasaan masyarakat (budaya)
c. Karakteristik lingkungan fisik dan sosial ekonominya
d.         Kedaan khusus setempat
e. Kepadatan dan penyebaran penduduk
f. Rencana penggunaan lahannya
g. Sarana pengumpulan, pengangkutan, pengelolaan dan pembuangan
h. Lokasi pembuangan akhirnya
i.   Biaya yang tersedia
C. Pemindahan Sampah
Proses pemindahan terdapat pada pengelolaan sampah dengan pengumpulan secara tidak langsung. Proses ini diperlukan karena kondisi daerah pelayanan tidak memungkinkan untuk diterapkan pengumpulan dengan kendaraan truk secara langsung. Disamping itu juga proses ini akan sangat membantu efisiensi proses pengumpulan. Pekerjaan utama pada proses ini yaitu memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam truk pengangkut.
Mengingat tingkat kemampuan daya tempuh gerobak yang relatif pendek, maka lokasi pemindahan umumnya terletak tidak jauh dari sumber sampah, masalah yang perlu diperhatikan adalah pengaruhnya daerah sekitar dalam hal kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Lokasi pemindahan letaknya sedemikian rupa sehingga memudahkan bagi truk pengangkut untuk memasuki dan keluar dari pemindahan. Pemindahan sampah ke dalam truk pengangkut dapat dilakukan secara manual, mekanis atau campuran, tergantung dari tipe kendaraan pengangkutnya. Pengisian container dilakukan secara manual oleh petugas pengumpul, sedangkan pengangkatan container ke atas truck dilakukan secara mekanis (load-haul dan compactor truck).
Lokasi pemindahan dapat bersifat terpusat (pola transfer depo) atau tersebar.
Fungsi lokasi pemindahan terpusat: proses pemindahan, penyimpanan alat, perawatan ringan, proses pengendalian (desentralisasi). Sedangkan fungsi lokasi pemindahan tersebar: proses pemindahan dan penyimpanan alat.
D. Pengangkutan Sampah
Yang dimaksud dengan pengangkutan sampah dalam hal ini adalah kegiatan pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan ditempat penampungan sementara (transfer station) atau langsung dari tempat sumber sampah ketempat pembuangan akhir (TPA).
Keberhasilan kegiatan penanganan sampah adalah tergantung pada baiknya kegiatan/ sistim pengangkutan sampah yang diterapkan. Sarana yang digunakan adalah kendaraan truck dengan berbagai tipe/ jenis, sehingga merupakan kegiatan yang membutuhkan dana/ investasi yang paling besar dibandingkan dengan kegiatan pengumpulan dan pembuangan akhir.
Pekerjaan pengangkutan pada pokoknya membawa sampah makin menjauhi daerah sumber. Arah pengangkutan biasanya relatif jauh keluar Kabupaten. Dasar alasan adalah kemungkinan adanya rencana pengembangan Kabupaten masalah pengangkutan biasanya timbul seiring dengan keharusan truk melewati jalan-jalan dalam Kabupaten. Kenyataan memperlihatkan bahwa tidak semua jalan sesuai untuk dilewati truk tanpa menimbulkan gangguan pada kelancaran lalu lintas.
Jalan yang tidak sesuai dari segi lebarnya biasanya ditambah dengan tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi. Kondisi truk, terutama saat melewati jalan ramai, cukup berpengaruh terhadap kenyamanan disekitarnya. Kesan kotor biasanya terjadi karena tetesan air dan hamburan material sampah selama perjalanan.
Pewadahan
Pola pewadahan terdiri dari :
a. Pewadahan Individual
Bentuk pewadahan yang dipakai banyak tergantung selera dan kemampuan pengadaannya dari pemiliknya, mulai dari pengadaan sampai penggunaannya dilakukan secara pribadi. Ciri utama dalam penanganan selanjutnya adalah digunakan sistem pengumpulan dari rumah ke rumah. Petugas akan langsung mendatangi tiap rumah untuk mengumpulkan sampahnya.
b. Komunal
1)   Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/kumuh, taman kota, jalan, pasar. Bentuknya banyak ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannya adalah umum, alasan utama digunakannya pola ini adalah kesulitan petugas dalam mencapai tempat sampah di setiap titik sumber, juga termasuk kesulitan utama adalah kondisi jalan (sangat sempit, tidak dapat dilalui kendaraan pengumpul, sibuk sepanjang hari, dan sebagainya). Agar memudahkan dalam penanganan selanjutnya maka tempat sampah komunal umumnya ditempatkan di tepi jalan besar, pada suatu lokasi yang strategis terhadap penggunaannya. Penduduk akan membawa sampahnya untuk dibuang ke tempat sampah komunal dan pengumpulan pun dilakukan oleh petugas dari tempat ini.
2)   Pada pola pewadahan komunal, setiap rumah tangga tetap harus memiliki pewadahan individual, yang pada periode tertentu dibuang sendiri oleh pemilik rumah ke wadah komunal.
3)   Pada beberapa literatur, pewadahan diklasifikasikan termasuk dalam proses pengumpulan, karena memang sarana pewadahan sangat berkaitan erat dengan proses pengumpulan, baik desain, kapasitas alatnya maupun pola yang diterapkan.
Pengumpulan
Pola pengumpulan sampah umumnya dapat dibagi atas:
a. Individual langsung
b. Individual tidak langsung
c. Komunal langsung
d. Komunal tidak langsung
1. Pola individual langsung
Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah masing-masing sumber sampah dan diangkut langsung ke TPA, tanpa melalui proses pemindahan. Persyaratan:
Kondisi topografi bergelombang (rata-rata > 8%) sehingga alat pengumpul non mesin sulit beroperasi
Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya.
Kondisi dan jumlah alat memungkinkan
Jumlah timbulan sampah besar (>0,5 m3/hari)
2. Pola individual tidak langsung
Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah masing-masing sumber sampah dan diangkut ke TPA dengan sarana pengangkut melalui proses pemindahan. Pola ini dapat mengurangi ketergantungan kebutuhan alat angkut (truk), tetapi membutuhkan kemampuan pengendalian personil dan alat yang lebih kompleks. Pola ini baik untuk daerah dengan partisipasi aktif masyarakat yang rendah. Dan alat pengumpul masih mampu menjangkau sumber secara langsung. Pola ini membutuhkan persyaratan sebagai berikut:
Memungkinkan pengadaan lokasi pemindahan
Bila menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak), maka dibutuhkan kondisi topografi relatif datar (rata-rata < 8%)
Lebar jalan yang memungkinkan dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya.
Organisasi harus siap dengan sistem pengendalian
3. Pola komunal langsung
Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari masing-masing titik pewadahan komunal, langsung diangkut ke TPA tanpa melalui proses pemindahan. Pola ini merupakan alternatif bila alat angkut terbatas, lokasi merupakan timbulan sampah-sampah sulit dijangkau oleh pelayanan alat pengumpul non mesin (gerobak), kemampuan pengendalian personil dan peralatan relatif rendah, alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah. Pola ini mempunyai prasyarat:
Peran serta aktif masyarakat tinggi
Wadah komunal dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk).
4. Pola komunal tidak langsung
Yaitu proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari titik pewadahan komunal, dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak), lalu diangkut ke TPA menggunakan alat angkut truk. Pola ini membutuhkan prasyarat :
Peran serta aktif masyarakat tinggi
Wadah komunal dan alat pengumpul dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dilokasi yang mudah dijangkau alat pengumpul
Memungkinkan pengadaan lokasi pemindahan
Bila menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak), maka dibutuhkan kondisi topografi yang relatif datar (rata-rata < 8%)
Lebar jalan yang memungkinkan dilalui alat pengumpul tanpa menganggu pemakai jalan lainnya
Organisasi harus siap dengan sistem pengendalian
Pemindahan
Kegiatan pemindahan terdapat pada pola pengumpulan tak langsung, yaitu pengumpulan oleh alat bukan jenis truk. Sampah dari alat pengumpul (gerobak/ sejenisnya) harus dipindahkan ke truk pengangkut untuk dibawa ke lokasi pembuangan akhir.
Berdasarkan kondisi dan fungsinya pemindahan terbagi menjadi 2 bagian, yaitu terpusat dan tersebar.
Pola pemindahan terpusat dimaksudkan sebagai sentralisasi proses pemindahan dan merupakan pos pengendali operasional, apabila sulit mendapatkan lahan kosong untuk lokasi pemindahan, maka lokasi pemindahan dapat tersebar, tetapi akibatnya kurang dapat dikendalikan.
Selain itu, lokasi pemindahan dapat berfungsi pula sebagai penyimpan sarana kebersihan, seperti gerobak dan peralatan lainnya, tanpa perawatan alat dan sebagainya.
Lokasi pemindahan dapat berbentuk:
1. Pelataran berdinding (transfer depo)
Ukuran panjang dan lebar dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan keluar masuk dan pemuatan truk. Bila pemuatan tidak langsung dilakukan dari gerobak, maka harus tersedia tempat khusus penimbunan sampah sementara.
Dinding dibuat cukup tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai isolator terhadap daerah sekitarnya. Memudahkan keluar masuk dan pemuatan truk isolasi bertujuan menghilangkan kesan kotor dari kerja pemindahan.
2. Container muat (load- haul)
Berupa container yang umumnya bervolume 8 - 10m3, gerobak langsung menumpahkan muatannya ke dalam container ini. Setelah penuh maka container ini akan dibawa ke lokasi pembuangan akhir. Metoda ini membutuhkan biaya modal yang cukup besar karena dibutuhkan truk dengan tipe khusus (load-haul truck).
Pengangkutan
Fase pengangkutan merupakan tahapan membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke TPA.
Hal yang penting dalam proses pengangkutan adalah penentuan route pengangkutan, berupa penetapan titik pengambilan, jadwal operasi dan pola pengangkutan.
Untuk menentukan route pengangkutan sampah tersebut dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :
a. Penentuan titik pengambilan
b. Untuk menentukan titik pengambilan perlu adanya peta daerah pelayanan dan peta timbunan sampah.
c. Peta derah pelayanan menunjukkan batas daerah yang akan dilayani saat ini dan kemungkinan pengembangannya yang memuat data-data antara lain:
1) Luas wilayah Kabupaten
2)    Luas daerah yang dilayani
3)    Jumlah penduduk yang dilayani
4)    Jumlah sampah yang harus dilayani setiap hari
d.         Peta timbulan sampah menunjukan lokasi pengumpul/ timbunan sampah yang harus dilayani oleh para petugas kebersihan, antara lain:
1) Lokasi stasion pemindahan/ TPS
2) Lokasi container besar
3) Lokasi daerah pertokoan
4) Lokasi bangunan besar/ khususnya yang diperkirakan timbulan sampah lebih 1m3 misalnya rumah sakit, hotel, pusat perbelanjaan kantor-kantor besar dan lain-lain.
e. Pada titik pengumpul tersebut jumlah volume sampah yang harus diangkut setiap hari dari setiap daerah pelayanan dapat diketahui. Juga route angkutannya dapat direncanakan.
1. Jadwal Operasi
Jadwal kegiatan pelayanan harus ditetapkan sedemikian rupa agar operasi pengangkutan sampah dapat berjalan secara teratur. Hal ini disamping untuk memberikan gambaran kualitas pelayanan juga untuk menetapkan jumlah kebutuhan tenaga dan peralatan, sehingga biaya operasi dapat diperkirakan.
Selain itu dengan frekuensi pelayanan yang teratur akan memudahkan bagi para petugas untuk melaksanakan tugasnya.
Pengaturan jam operasional tersebut harus disesuaikan dengan:
1) Jumlah timbulan sampah yang harus diangkat setiap hari
2) Jumlah kendaraan dan tenaga serta kapasitas kendaraan
3) Sifat daerah pelayanan
4) Waktu yang diperlukan tiap rit kendaraan
Dengan pengaturan jam kerja ini, operasi pengumpulan dan pengangkutan sampah dapat berjalan tertib dan teratur, sehingga mudah dilakukan pengontrolan terhadap kebersihan Kabupaten.
Pengaturan kerja tersebut termasuk juga:
1)         Pengaturan penugasan
2)         Pengaturan kewajiban bagi para petugas untuk membersihkan kendaraan
3) Kewajiban bagi para petugas untuk melaporkan hasil operasinya, sehingga volume sampah yang terangkut setiap pengangkutan dapat diketahui.
2. Pola Pengangkutan
Pola pengangkutan sampah yang dialkukan dengan sistem stasiun pemindahan (transfer depo), proses pengangkutan dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Kendaraan angkutan keluar dari pool langsung menuju lokasi pemindahan transfer depo untuk mengangkut sampah langsung ke TPA Dari TPA, kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada rit berikutnya.
Untuk pengumpulan sampah dengan sistem container pola pengangkutan adalah sebagai berikut:
1) Sistim container yang diangkut
Kendaraan keluar dari pool langsung menuju lokasi container pertama untuk mengambil/ mengangkut sampah langsung ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut dengan container kosong kembali ke lokasi pertama tadi untuk menurunkan container tersebut, dan kemudian menuju ke lokasi ke dua untuk mengambil container yang berisi untuk diangkut ke TPA dan selanjutnya mengembalikan container kosong tersebut ketempat semula. Demikian seterusnya sampai pada shift terakhir.
2) Sistim container yang diganti
Kendaraan keluar dari pool dengan membawa container kosong menuju ke lokasi container pertama untuk mengambil/ mengganti container yang berisi sampah dan langsung membawanya ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut dengan container kosong kembali menuju lokasi container kedua dan kemudian menurunkan container kosong tersebut sekaligus mengambil container yang telah penuh untuk dibawa ke TPA. Demikian seterusnya sampai pada shift terakhir.
3) Sistim container tetap
Penyerapan sistim ini biasanya untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truck compactor. Kendaraan keluar dari pool langsung menuju ke lokasi container pertama dan mengambil sampahnya untuk dituangkan ke dalam truck compactor dan diletakkan kembali container yang kosong itu ketempat semula, kemudian kendaraan langsung ke lokasi container kedua mengambil sampahnya dan meninggalkan container dalam keadaan kosong dan seterusnya jika kapasitas truk sudah penuh, kendaraan langsung menuju ke lokasi pembuangan akhir.
Peralatan Pewadahan
1. Individual
Bentuk pewadahan yang dipakai banyak tergantung selera dan kemampuan pengadaannya dari pemiliknya secara umum adalah:
Bentuk : Kabupatenk, Silinder, Kantung, Container
Sifat : Bersatu dengan tanah, dapat diangkat
Bahan : Pasangan bata, logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat kedepan terhadap air, panas matahari, tanah diperlakukan kasar mudah dibersihkan.
Ukuran : 10 – 50 liter untuk pemukiman., toko kecil 100-500 liter untuk kantor, toko besar, hotel, rumah makan
Pengadaan : Pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola
2. Komunal
Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/ kumuh, taman Kabupaten, jalan, pasar. Bentuknya banyak ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannya adalah umum. Karakteristiknya adalah:
Bentuk : Kabupatenk, Silinder, Kantung, Container
Sifat : Bersatu dengan tanah, dapat diangkat
Bahan : Pasangan bata, logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat kedepan terhadap air, panas matahari, tanah diperlakukan kasar mudah dibersihkan.
Ukuran : 10 – 100 liter untuk pinggir jalan taman, 100-500 liter untuk pemukiman dan pasar
Pengadaan : Pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil produksi, instansi pengelola).
Adapun jenis-jenis peralatan pewadahan yang umum terdapat di kota-kota di Indonesia adalah:
1) Kantong plastik, 30 – 50 liter
2) Bin plastik/ keranjang tertutup, 40 – 50 liter
3) Tong kayu, 40 – 60 liter
4) Bin plastik (tertutup dengan roda), 120 liter
5) Bin plastik permanen, 70 liter
6) Bin plat besi tertutup, 100 liter
7) Bak sampah permanen, ukuran variasi
8) Kontainer, volume 1,0 m3
Peralatan Pengumpulan dan Pemindahan
Peralatan pengumpulan dan pemindahan sampah dapat bermacam-macam tergantung sistem pewadahan dan pengumpulan yang diterapkan. Pada daerah pelayanan tertentu peralatan pengumpulan dapat sekaligus sebagai peralatan pengangkutan (truk).
Adapun peralatan yang telah disesuaikan berdasarkan daerah timbulan sampahnya dan telah lazim digunakan dalam sistem pengumpulan sampah yaitu:
1. Daerah perumahan/ pemukiman teratur:
Gerobak dorong, dimana sampahnya kemudian dikumpulkan pada tempat pengumpulan sementara (transfer depo) dan container.
2. Perumahan yang belum teratur (slump area)
Container komunal, gerobak dan transfer komunal, transfer station atupun truk pemadat (compactor truck).
3. Daerah Pasar/ Komersial
Untuk daerah pasar/ komersial dapat digunakan langsung truk sampah atau container.
4. Daerah Pertokoan
Untuk daerah pertokoan dapat digunakan beberapa cara:
1) Digunakan gerobak dorong dan transfer station atau container
2) Digunakan container komunal
3) Digunakan langsung truck sampah
Peralatan Pengangkutan
Peralatan pengangkutan sampah antara lain:
a. Truck biasa
b. Dump Truck (Tipper Truck)
c. Compactor Truck
d. Arm Roll Truck
e. Multi Loader Truck
f. Transfer Trailer
Penggunaan jenis-jenis truk ini tergantung dari sistim pewadahan, pengumpulan dan pemindahannya.

Pemilihan Sistem Dan Peralatan Operasional Persampahan
Umum
Pemilihan sistem dan pemilihan peralatan operasional persampahan saling berkaitan erat. Pemilihan jenis peralatan pada masing-masing komponen operasional sangat tergantung dari sistem atau pola operasional yang digunakan. Demikian pula pemilihan sistem operasional sangat tergantung pada kondisi fisik, sosial dan ekonomi daerah setempat.

Pewadahan
Penentuan segi baik dan buruknya suatu bentuk pewadahan dinilai dari hubungannya sebagai pendukung pekerjaan penanganan berikutnya, yaitu pengumpulan, pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh petugas Kabupaten atau swadaya masyarakat. Para petugas dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dengan target yang telah ditentukan. Efektifitas kerja harus tinggi dan dilakukan melalui efisiensi waktu, untuk mencapai target tersebut.
Sehubungan dengan hal ini maka cara pewadahan harus dapat memberikan kemudian dalam pekerjaan pengumpulan.

Pembuangan Akhir Sampah Dan Pengolahan
Umum
Tujuan pembuangan akhir sampah adalah untuk memusnahkan sampah domestik atau yang diklasifikasikan sejenis ke suatu tempat pembuangan akhir dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak – atau seminimal mungkin menimbulkan gangguan terhadap lingkungan antara (intermediate treatment) maupun tanpa diolah terlebih dahulu.
Kegiatan operasional di pembuangan akhir pada dasarnya merupakan:
1. Kegiatan yang merubah bentuk lahan
2. Kegiatan yang dapat menimbulkan kerusakan dan kemerosotan sumber daya lahan, air dan udara.
Pembuangan Akhir
Yang dimaksud dengan pembuangan akhir adalah cara yang digunakan untuk memusnahkan sampah padat dari hasil kegiatan pengumpulan dan pengangkutan mapun sampah padat hasil buangan kegiatan pengelolaan sampah itu sendiri.
Ada 2 cara pembuangan akhir, yaitu:
1) Open Dumping
2) Landfill, yang dapat dibedakan lagi atas:
a) Sistim Controlled Landfill
b. Sistim Sanitary Landfill
Open Dumping
Dilakukan dengan cara sampah dibuang begitu saja di tempat pembuangan akhir (TPA) dan dibiarkan terbuka sampai pada suatu saat TPA penuh dan pembuangan sampah dipindahkan ke lokasi lain atau TPA yang baru.
Untuk efisiensi pemakaian lahan, biasanya dilakukan kegiatan perataan sampah dengan menggunakan dozer atau perataan dapat juga dilakukan dengan tenaga manusia.
Keuntungan:
a. Operasi sangat mudah
b. Biaya operasi dan perawatan murah
c. Biaya investasi TPA relatif murah
Kerugian:
a. Timbul pencemaran udara oleh gas, debu dan bau
b. Cepat terjadi proses timbulnya leachate, sehingga menimbulkan pencemaran air tanah
c. Sangat mendorong tumbuhnya sarang-sarang vektor penyakit (tikus, lalat, nyamuk dan serangga lain).
d.         Mengurangi estetika lingkungan.
Landfill
Merupakan perbaikan dari pada cara open dumping yaitu dengan menambahkan lapisan tanah penutup di atas sampah.
a. Sistem Controlled Landfill
Dilakukan dengan cara sampah ditimbun, diratakan dan dipadatkan kemudian pada kurun waktu memperkecil pengaruh yang merugikan terhadap lingkungan.
Bila lokasi pembuangan akhir telah mencapai akhir usia pakai, seluruh timbunan sampah harus ditutup dengan lapisan tanah.
Diperlukan persediaan tanah yang cukup sebagai lapisan tanah penutup.
Keuntungan:
1) Dampak negatif terhadap estetika lingkungan sekitarnya dapat dikurangi
2) Kecil pengaruhnya terhadap estetika lingkungan awal
Kerugian:
1) Operasi relatif lebih sulit dibanding open dumping
2) Biaya investasi relatif lebih besar dari pada open dumping
3) Biaya operasi dan perawatan relatif lebih tinggi dari pada open dumping
b. Sistem Sanitary Landfiil
Adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup. Hal ini dilakukan terus menerus secara berlapis-lapis sesuai rencana yang telah ditetapkan.
Pekerjaan pelapisan sampah dengan tanah penutup dilakukan setiap hari pada akhir jam operasi. Diperlukan persediaan tanah yang cukup untuk menutup timbunan sampah.
Keuntungannya adalah pengaruh timbunan sampah terhadap lingkungan sekitarnya relatif lebih kecil dibanding sistem controlled landfill.

Survey Komposisi Sampah
Sampah mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu Kabupaten dengan Kabupaten lainnya, tergantung dari tingkat sosial ekonomi penduduk, iklim dan lain-lain.
Karakteristik sampah dapat mencakup antara lain:
Komposisi Fisik Sampah
Komposisi fisik sampah mencakup besarnya prosentase dari komponen pembentuk sampah yang terdiri dari organik, kertas, kayu, logam, kaca, plastik dan lain-lain.
Sampah organik tersebut dapat membusuk sehingga dapat diolah untuk dijadikan kompos. Sedang sampah lainnya seperti plastik, logam, gelas dapat diolah kembali menjadi bentuk semula sehingga dapat digunakan kembali dengan mutu atau kualitas yang lebih rendah (daur ulang).
KOMPOSISI
RATA-RATA (%)
Sampah organik
79,49
Kertas
7,8
Kayu
4,9
Kain / tekstil
2,7
Karet / kulit tiruan
0,4
Plastik
4,0
Logam
1,5
Gelas / kaca
0,6
Lain-lain (tanah, batu, pasir)
0,9
T o t a l
100,00
Kadar air
60,09
Kadar abu
10,59
Nilai kalor (Kcal / kg)
1.272,22
Sumber : BPPT, 1981
Komposisi Kimia Sampah
Informasi dan data mengenai komposisi kimia sampah erat kaitannya dengan pemilihan alternatif pengolahan dan pemanfaatan tanah. Untuk mengetahui kandungan unsur kimia yang terdapat dalam sampah dapat dilakukan analisa dan percobaan di laboratorium.
Pada sistem Sanitary Landfill dan Open Dumping, informasi mengenai komposisi kimia sampah dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang ditimbulkan oleh “leachate” terhadap air tanah. Sedang pada proses penghumusan, informasi ini sangat berguna untuk mengetahui besarnya kandungan unsur-unsur, seperti zat hara yang diperlukan oleh tanaman.
Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari unsur Carbon, Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, Sulfur dan Phospor (C, H, O, N, S, P), serta lainnya yang terdapat dalam protein, karbohidrat dan lemak.
Kepadatan Sampah
Kepadatan sampah menyatakan berat sampah persatuan volume. Pada system Sanitary Landfill, informasi kepadatan sampah diperlukan untuk menentukan ketebalan dari lapisan sampah yang akan dibuang pada sistem tersebut. Sedang bila menggunakan sistem pengolahan maka informasi ini diperlukan untuk merencanakan dimensi unit proses.
Besarnya kepadatan sampah tiap Kabupaten berbeda tergantung dari keadaan sosial, ekonomi serta iklim Kabupaten tersebut. Terdapat kecenderungan bila produksi sampahnya tinggi maka densitasnya rendah.
Kepadatan sampah rumah tangga di negara yang sedang berkembang berkisar antara 100 kg/m3 sampai 600 kg/m3. (Sandra. Cointerau, 1982). Kepadatan sampah Kabupaten Jember rata-rata sebesar 250 kg/m3 atau 0,25 ton/m3.

Persampahan
Arahan pengelolaan persampahan di Kabupaten Jember dilakukan dengan mendayagunakan Badan Usaha Swasta dan masyarakat untuk berperan serta aktif dalam hal :
1) Meningkatkan kualitas pelayanan persampahan hingga daerah yang lebih luas.
2)         Penyediaan sarana-sarana tempat pembuangan sampah yang memadai pada tiap-tiap kawasan fungsional
3)         Mengembangkan pengelolaan sampah dengan sistem daur ulang
4)         Meningkatkan kualitas lingkungan Kabupaten termasuk pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.
Saat ini sistem pengolahan sampah di Kabupaten Jember menggunakan system controlled landfill dimana sampah ditutup dengan tanah kemudian dibongkar kembali dijadikan kompos organik, namun sejak 2009 Pabrik pengolahan kompos tidak beroperasi lagi.


Drainase
Arahan Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase :
1) Rencana pengembangan sistem drainase diarahkan mengikuti pola system Daerah Aliran Sungai (DAS)
2) Pola daerah aliran sungai, sistem drainase dan genangan diarahkan memanfaatkan keberadaan situ-situ beserta arah alirannya.
3) Pola perencanaan pengembangan pengendalian banjir harus terintegrasi/terpadu dengan memperhatikan arah dan sistem drainase, pola daerah aliran sungai, keberadaan danau (situ) dan adanya daerah rawan banjir/genangan.
4) Membuat sumur resapan pada bangunan yang akan dibangun guna menjaga fungsi hidrologis (resapan air) dan kelestarian lingkungan.
5) Pengendalian banjir adalah menciptakan lingkungan Kabupaten bebas banjir dan genangan dengan menata daerah aliran sungai melalui pengendalian sungai yang terpadu dengan sistem drainase wilayah.
Strategi pengendalian banjir di Kabupaten Jember adalah sebagai berikut :
1) Mengendalikan debit air dan meningkatkan kapasitas sungai dengan cara pengerukan
2) Membangun, meningkatkan dan mengembalikan fungsi situ-situ dan waduk sebagai daerah penampungan air
3) Menjaga fungsi lindung dengan ketat sesuai dengan arahan pemanfaatan yang berhubungan dengan tata air
4) Menjaga pemanfaatan ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) agar fungsi kawasan tetap terjaga
5) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga Kelestarian sungai
6) Pembuatan sarana pengendali banjir seperti pintu-pintu air untuk pengaturan
7) Pengendalian pembangunan pada bantaran sungai dengan upaya penghijauan atau pembebasan seluruh daerah bantaran sungai dari kawasan terbangun, disesuaikan dengan garis sempadan sungai yang telah ditetapkan.

Kondisi Eksisting Permasalahan Persampahan
Produksi Sampah
Timbulan sampah perkotaan dapat ditentukan oleh beberapa faktor antara lain tersedianya prasarana dan sarana yang dipergunakan penduduk dalam kegiatan sehariharinya guna memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan Standar SK. SNI S - 04 – 1991- 03 Spesifikasi Timbulan Sampah untuk Kabupaten kecil dan sedang di Indonesia adalah antara 2,75 - 3,25 lt/org/hari dan berdasarkan perhitungan hasil konsultan terdahulu bahwa produksi sampah per hari per orang 2,65 liter ( skala Kabupaten ) dengan dasar timbulan tersebut (liter/orang/hari) maka pada tahun 2007 dapat dihitung timbulan sampah total dengan jumlah penduduk Kabupaten Jember adalah 1.470.002 jiwa diperkirakan jumlah timbulan sampah perhari adalah 4.265 m3/hari.
Sampah yang terangkut 900 m3/hari, sampah yang tidak terangkut 3.665 m3/hari.

Kondisi Persampahan
Daerah pelayanan sampah saat ini hanya pada wilayah rumah tangga, pasar, Komersial/jalan dan Industri/rumah sakit dimana timbulan sampah yang dihasilkan adalah 4.265 m³/hari. Untuk wilayah komersial dan pemukiman masih dikelola secara tradisional.
Sampah - sampah ini di Kabupaten Jember dikumpulkan dan dibawa ke TPA, baik oleh DPU Cipta Karya dan Tata Ruang maupun oleh Dinas Pasar yang menangani pasar. Operator dari sektor swasta pada saat ini menangani di Unit Pengolahan Sampah (UPS).
Beberapa komponen dari aliran sampah kota ini dikelola secara terpisah oleh pihak pihak yang pada dasarnya informal meliputi :
1. Produk yang dapat didaur ulang;
2. Barang yang dapat dijual kembali; dan
3. Material konstruksi dan bongkaran.




Pengangkutan
Transportasi hasil pengumpulan sampah ke TPA dilakukan dengan menggunakan berbagai kendaraan termasuk truk biasa, dump truk, armroll truk dengan container terpisah dan truk pemadat (compactor trucks). Di Kabupaten Jember hanya ada dump truk dan arm roll, baik yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang maupun langsung oleh Dinas Pasar.
Sistem pengangkutan sampah di Kabupaten Jember dilaksanakan dengan pemindahan langsung dari TD–TD sampah yang ada, kontainer atau lokasi tertentu yang belum ada TD atau langsung dari rumah ke rumah atau dari toko/bangunan ke toko/bangunan dengan dump truk yang selanjutnya dibuang atau dibawa ke TPA sampah. Jenis kendaraan yang digunakan adalah dump truk sebanyak 24 unit dengan kondisi hanya 12 unit yang layak operasional.
Prasarana dan sarana yang ada untuk mengangkut Sampah yang telah dimiliki oleh Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Jember dengan serta jumlah ritasi setiap kendaraan adalah sebagai berikut :
Diangkut dengan dump truk
a. Volume dump truk = 8 M3
b. Volume efektif = 10 m3
c. Jumlah dump truk = 24 unit
d. Jumlah Transfer Depo = 19 unit
e. Jumlah TPS = 1 unit
f. Bak sampah = 70 unit
g. Gerobak sampah = 200 unit
h. Ritasi dump truk = 2-3 rit/hari/unit

Rencana Peningkatan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Persampahan Kebupaten Jember Tahun 2014 – 2017 :
Tahun 2014.
      Pengadaan gerobak sampah bermesin 10 unit.
      Pengadaan gerobak sampah 75 unit.
      Papan himbauan 75 unit
      Pengadaan dump truck 4 unit
Tahun 2015
      Pengadaan armroll truck sebanyak 4 unit .
      Pengadaan gerobak sampah bermesin 10 unit.
      Pengadaan dump truck 4 unit.
      Pengadaan gerobak sampah 75 unit.
      Pengadaan mobil toilet 2 unit.
      Papan himbauan 75 unit
Tahun 2016
      Pengadaan armroll truck sebanyak 4 unit .
      Pengadaan gerobak sampah bermesin 10 unit.
      Pengadaan dump truck 4 unit.
      Pengadaan gerobak sampah 75 unit.
      Pengadaan mobil toilet 2 unit.
      Papan himbauan 75 unit
      Pengadaan mesin pengolah sampah 30 unit.
Tahun 2017
      Pengadaan armroll truck sebanyak 4 unit .
      Pengadaan gerobak sampah bermesin 5 unit.
      Pengadaan dump truck 4 unit.
      Pengadaan gerobak sampah 75 unit.
      Papan himbauan 75 unit

Teknis Operasional
Seluruh sampah yang terkumpul dipilah menjadi organik dan anorganik, tetapi jika tidak sempat untuk memilah, maka mesin pencacah yang tersedia mampu memilah sampah tersebut. Mesin pencacah yang tersedia mampu mereduksi sampah sebesar 75% - 80% dari volume sebelumnya. Organik tercacah tersebut tidak menghasilkan bau yang menyengat. Kemudian organik tercacah tersebut memasuki proses komposting. Setelah melalui proses pencacahan kedua, screening dan pematangan maka organik tersebut telah menjadi kompos yang dapat dipakai di lahan-lahan pertanian. Dari seluruh sampah yang diolah, ada sekitar 3% yang harus dibakar menggunakan tungku bakar atau secara manual dibakar dan dapat diolah lebih lanjut. Plastik yang telah dipilah secara manual atau oleh mesin pencacah dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk dijadikan
bahan daur ulang.
Dengan adanya kegiatan UPS maka diperlukan pemantauan terhadap dampak lingkungan dengan menganalisa beberapa sample seperti air tanah, udara yang menunjukkan bahwa keberadaan UPS tidak mencemari lingkungan dan dapat diterima oleh masyarakat sekitar.

Metode Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah mengenal beberpa metode dalam pelaksanaannya yaitu :
Open Dumping
Open Dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka tanpa pengaman dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda yang menerapkan sistem seperti ini karena alasan keterbatasan sumber daya (manusia, dana, dll)
Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran ligkungan yang ditimbulkannya seperti :
1. Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
2. Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan.
3. Polusi air akibat lindi (cairan sampah) yang timbul.
4. Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
Controll landfill
Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk ditetapkan di Kabupaten sedang dan Kabupaten kecil. Untuk dapat melaksanakan metode ini diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya :
1. Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
2. Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
3. Pos pengendalian operasional
4. Fasilitas pengendalian gas metan
5. Alat berat
Sanitary landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara internasional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai saat ini baru dianjurkan untuk Kota-kota besar dan metropolitan.
Persyaratan Lokasi TPA
Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan hati-hati. Hal ini dapat ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi TPA seperti tercantum dalam SNI dan UU RI No.18 Tahun 2008, tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah da; yang diantaranya dalam kriteria regional dicantumakan:
1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan longsor, rawan gempa, dll)
2. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kedalaman air tanah kurang
3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air (dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukkan teknologi)
3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20 %)
4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di bandara (jarak minimal 1,5 – 3 meter)
5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.

A. Tahap Operasi Pembuangan
Kegiatan operasi pembuangan sampah secara berurutan akan meliputi :
1) Penerimaan sampah di pos pengendalian; dimana sampah diperiksa, dicatat dan diberi informasi mengenai lokasi pembongkaran.
2) Pengengkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel yang dioperasikan; dilakukan sesuai rute yang diperintahkan.
3) Pembongkaran sampah dilakukan dititik bongkar yang telah ditentukan dengan manuver kendaraan sesuai petunjuk pengawas.
4) Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis demi lapis agar tercapai kepadatan optimum yang diinginkan. Dengan proses pemadatan yang baik dapat diharapkan kepadatan sampah meningkat hampir dua kali lipat.
5) Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan timbunan sampah yang cukup padat sehingga stabilitas permukaannya dapat diharapkan untuk menyangga lapisan berikutnya.
6) Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan kondisi operasi controll atau sanitary landfill.

B. Pengaturan lahan
Seringkali TPA tidak diatur dengan baik. Pembongkaran sampah disembarang tempat dalam lahan TPA sehingga menimbulkan kesan yang tidak baik; disamping sulit dan tidak efisiennya pelaksanaan pengerjaan peralatan, pemadatan dan penutupan sampah tersebut. Agar lahan TPA
dapat dimanfaatkan dengan efisien, maka perlu dilakukan pengaturan yang baik yang mencangkup :
1. Pengaturan sel
Sel merupakan bagian dari TPA yang digunakan untuk menampung sampah satu periode operasi terpendek sebelum ditutup dengan tanah. Pada sistem sanitary landfill, periode operasi terpendek adalah harian; yang berarti bahwa satu sel adalah bagian dari lahan yang digunakan untuk menampung sampah selama satu hari. Semantara untuk control landfill satu sel adalah untuk menaampung sampah selama 3 hari, atau 1 minggu, atau periode operasi terpendek yang dimungkinkan. Dianjurkan periode operasi adalah 3 hari, berdasarkan pertimbangan waktu penetasan telur lalat yang rata – rata mencapai 5 hari; dan asumsi bahwa sampah telur berumur 2 hari saat ada di TPS sehingga belum menetas perlu ditutup tanah agar telur/larva muda segera mati.
Untuk pengaturan sel perlu diperhatikan beberapa faktor :
Lebar sel sebaiknya berkisar antara 1,5 – 3 lebar blade alat berat agar manuver alat berat dapat lebih efisien.
Ketebalan sel sebaiknya antara 2 – 3 meter. Ketebalan terlalu besar akan menurunkan stabilitas permukaan, semantara terlalu tipis menyebabkan pemborosan tanah penutup.
Panjang sel dihitung berdasarkan volumesampah padat dibagi dengan lebar dan tebal sel. Dianjurkan panjang sel tidak
Sebagai contah bila volume sampah padat adalah 150 m3/hari, tebal sel direncanakan 2 m, lebar direncanakan 3 m, maka panjang sel adalah 150/(3X2) = 25 m.
Batas sel harus dibuat jelas dengan pemasangan patok – patok dan tali agar operasi penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar.
2. Pengaturan Blok
Blok operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk penimbunan sampah selama periode operasi menengah misalnya 1 atau 2 bulan. Karenanya luas blok akan sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode operasi menengah dan pendek.
Sebagai contoh bila sel harian berukuran lebar 3 meter dan panjang 25 meter maka blok opersi bulanan akan mencapai 30 X 75 m2 = 2. 250 m2.
3. Pengaturan Zona
Zona operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk jangka waktu panjang misal 1 – 3 tahun, sehingga luas zona operasi akan sama dengan luas blok operasi dikalikan dengan perbandingan periode operasi panjang dan menengah.
Sebagi contoh bila blok operasi bulanan memiliki luas 2.250 m2 maka zona operasi tahunan akan menjadi 12 X 2.250 = 2,7 ha.

Persiapan Sel Pembuang
Sel pembuangan yang telah ditentukan ukuran panjang, lebar dan tebalnya perlu dilengkapi dengan patok – patok yang jelas. Hal ini dimaksudkan untuk membantu petugas/operator dalam melaksanakan kegiatan pembuangan sehingga sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Beberapa pengaturan perlu disusun dengan rapi diantaranya :
1. Peletakan tanah tertutup
2. Letak titik pembongkaran sampah dari truk
3. Manuver kendaraan saat pembongkaran

Pembongkaran Sampah
Letak titik pembongkaran harus diatur dan diinformasikan secara jelas kepada pengemudi truk agar mereka membuang sampah pada titik yang benar sehingg proses berikutnya dapat dilaksanakan dengan efisien. Titik bongkar umumnya diletakan di tepi sel yang sedang diopeasikan dan berdekatan dengan jalan kerja sehingga kendaraan truk dapat dengan mudah mencapainya. Beberapa pengalaman menunjukan bahwa titik bongkar yang sulit dicapai pada saat hari hujan akibat licinnya jalan kerja.
Hal ini perlu diantisipasi oleh penanggung jawab TPA agar tidak terjadi.
Jumlah titik bongkar pada setiap sel ditentukan oleh beberapa faktor :
1. Lebar sel
2. Waktu bongkar rata – rata
3. Frekuensi kedatangan truk pada jam puncak
Harus diupayakan agar setiap kendaraan yang atang dapat segera mencapai titik bongkar dan melakukan pembongkaran sampah agar efisien kendaraan dapat dicapai.

Perataan dan Pemadatan Sampah
Perataan dan pemadatan sampah dimaksudkan untuk mendapatkan kondisi pemanfaatan lahan yang efisien dan stabilitas permukaan TPA yang baik. Kepadatan sampah yang tinggi di TPA akan memerlukan volume lebih kecil sehingga daya tampung TPA bertambah, sementara permukaan yang stabil akan sangat mendukung penimbunan lapis berikutnya. Pekerjaan perataan dan pemadatan sampah sebaikmya dilakukan dengan memperhatikan efisiensi operasi alat berat.
Pada TPA dengan intensitas kedatangan truk yang tinggi,perataan dan pemadatan perlu segera dilakukan setelah sampah dibongkar.Penundaan pekerjaan ini akan menyebabkan sampah menggunung sehingga pekerjaan perataannya akan kurang efisien dilakukan.
Pada TPA dengan frekwensi kedatangan truk yang rendah maka perataan dan pemadatan sampah dapat dilakukan secara periodik,misalnya pagi dan siang.
Perataan dan pemadatan sampah perlu dilakukan dengan memperhatikan criteria pemadatan yang baik :
1. Peratan dilakukan lapis demi lapis
2. Setiap lapis diratakan sampah setebal 20 cm – 60 cm dengan cara mengatur ketinggian blade alat berat.
3. Pemadatan sampah yang telah rata dilakukan dengan menggilas sampah tersebut 3 – 5 kali.
4. Perataandan pemadatan dilakukan sampai ketebalan sampah mencapai ketebalan rencana

Penutupan Tanah
Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi/maksud :
1. Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur menjadi lalat
2. Mencegah perkembangan tikus
3. Mengurangi rembesan air hujan yang akan membentuk lindi
4. Mengurangi bau
5. Mengisolasi sampah dan gas yang ada
6. Menambah kestabilan permukaan
7. Meningkatkan estetika permukaan
Frekuensi penutupan sampah dengan tanah disesuaikan dengan metode / teknologi yang diterapkan. Penutupan sel sampah pada sistem sanitary landfill dilakukan setiap hari, sementara pada control land fill dianjurkan 3 hari sekali. Ketebalan tanah penutup yang perlu dilakukan adalah :
1. Untuk penutupan sel (sering disebut dengan penutupan harian) adalah dengan lapisan tanah padat setebal 20 cm
2. Untuk penutupan antara (setelah 2 – 3 lapis sel harian ) adalah tanah padat setebal 30 cm.
3. Untuk penutupan terakhir yang dilakukan pada saat suatu blok pembuangan telah terisi penuh, dilapisi dengan tanah padat setebal minimal 50 cm.



Pemeliharaan TPA
Pemeliharan TPA dimaksudkan untuk menjaga agar setiap prasarana dan sarana yang ada selalu dalam kondisi siap operasi dengan unjuk kerja yang baik. Seperti halnya program pemeliharaan lazimnya maka sesuai tahapannya perlu diutamakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat preventif untuk mencegah terjadinya kerusakan dengan melaksanakan pemeliharaan rutin.
Pemeliharaan korektif dimaksudkan untuk segera melkukan perbaikan kerusakan – kerusakan kecil agar tidak berkembang menjadi komplek dan besar.

Pengawasan Kegiatan Pembuangan
A. Tujuan pengawasan dan pengendalian
Pengawasan dan pengendalian TPA dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa setiap kegiatan yang ada di TPA dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan dan dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan sbb :
1) Apakah sampah yang dibuang merupakan sampah perkotaan, dan bukan jenis sampah yang lain ?
2) Apakah volume dan berat sampah yang masuk TPA diukur dan dicatat dengan baik ?
3) Apakah sel pembuangan dan titik bongkar sudah ditentukan ?
4) Apakah pengemudi sudah diarahkan ke lokasi yang benar ?
5) Apakah tanah penutup telah tersedia ?
6) Apakah perataan dan pemadatan dilakukan sesuai dengan rencana?
7) Apakah penitipan telah dilakukan dengan baik ?
8) Apakah prasarana dan sarana dioperasikan dan dipelihara dengan baik ?
B. Tata cara pengawasan dan pengendalian
Pengawasan dilakukan dengan kegiatan pemeriksaan/pengecekan yang meliputi :
1) Pemeriksaan kedatangan sampah
2) Pengecekan rute pembuangan
3) Pengecekan operasi pembuangan
4) Pengecekan unjuk kerja fasilitas
5) Pengendalian TPA meliputi aktifitas untuk mengarahkan operasional pembuangan dan unjuk kerja setiap fasilitas sesuai fungsi seperti :
6) Pemberian petunjuk operasi pembuangan bila petugas lapangan/operator melaksanakan tidak sesuai dengan rencana.
7) Pemeriksaan kwalitas pengolahan lindi dan pemberian petunjuk cara pengoperasian yang baik

Pendataan dan Pelaporan
A. Pendataan TPA
Data – data yang diperlukan akan mencakup :
1) Data kedatangan kendaraan pengangkut sampah dan volume sampah yang diperlukan untuk mengetahui kapasitas pembuangan harian; yang akan digunakan untuk mengevaluasi perencanaan TPA yang telah disusun berkaitan dengan kapasitas tampung dan usia pakai TPA. Data ini dapat dikumpulkan di Pos Pengendali TPA dimana terdapat petugas yang secara teliti memeriksa, mengukur dan mencatat data tersebut dengan bantuan Form Kedatangan Truk.
2) Data kondisi instalasi pengolahan lindi khususnya kualitas parameter pencemar untuk mengetahui efisiensi pengolahan lindi dan potensi pencemaran yang masih ada. Data ini diperoleh melalui pemeriksaan kualitas air lindi di laboratorium.
3) Data operasi dan pemeliharaan alat berat yang merupakan data unjuk kerja alat berat dan pemantau pemeliharaannya.
B. Pelaporan TPA
Data-data diatas perlu dirangkum dengan baik menjadi suatu laporan yang dengan mudah memberikan gambaran mengenai kondisi pengoperasian dan pemeliharaan TPA kepada para pengambil keputusan maupun perencana bagi pengembangan TPA lebih lanjut.





Pengendalian TPA
A. Pengendalian lalat
Perkembangan lalat dapat terjadi dengan cepat yang umumnya disebabkan oleh terlambatnya penutupan sampah dengan tanah sehingga tersedia cukup waktu bagi telur lalat untuk menjadi larva dan lalat dewasa.
Karenanya perlu diperhatikan dengan seksama batasan waktu paling lama untuk penutupan tanah. Semakin pendek periode penutupan tanah akan semakin kecil pula perkembangan lalat. Dalam hal lalat telah berkembang banyak, dapat dilakukan penyemprotan insektisida dengan menggunakan mistblower. Tersedianya pepohonan dalam hal ini sangat membantu pencegahan penyebaran lalat ke luar lingkungan luar TPA.
B. Pencegahan kebakaran/Asap
Kebakaran/asap terjadi karena gas metan terlepas tanpa kendali dan bertemu dengan sumber api. Terlepasnya gas metan seperti telah dibahas sebelumnya sangat ditentukan oleh kondisi dan kwalitas tanah penutup.
Sampah yang tidak tertutup tanah sangat rawan terhadap bahaya kebakaran karena gas tersebar di seluruh permukaan TPA. Untuk mencegah kasus ini perlu diperhatikan pemeliharaan lapisan tanah penutup TPA.
C. Pencegahan pencemaran air
Pencegahan pencemaran air perlu dilakukan dengan menjaga agar lindi yang dihasilkan dari TPA dapat :
1) Terbentuk sesedikit mungkin; dengan cara mencegah rembesan air hujan melalui konstruksi drainase dan tanah penutup yang baik.
2. Terkumpul pada kolam pengumpul dengan lancar
3) Diolah dengan baik pada kolam pengolahan; yang kwalitasnya secara periodik diperiksa.
E. Pembuatan Bufferzone
1. Dampak Terhadap Fisik Kimia
Ikim Mikro
Kegiatan penanaman pohon peneduh dan penghijauan di dalam tapak proyek akan berdampak terhadap kelembaban suhu udara dalam tapak proyek.
Kualitas Udara dan Kebisingan
Pembuatan bufferzone pada tahap konstruksi diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan kualitas udara di dalam dan sekitar tapak proyek.
Penanaman jenis tumbuhan akan meningkatkan kadar oksigen (O2) di uadar. Selain itu juga dapat mengurangi kadar debu dan tingkat kebisingan disekitarnya.
Kestabilan Lereng dan Erosi
Kegiatan pembuatan bufferzone berupa penanaman jenis jenis pohon untuk lokasi pengolahan akhir sampah di dalam tapak proyek terutama pada areal yang berbatasan dengan danau (eks galian oasir). Penanaman enis pohon pelindung yang memiliki sistem perakaran yang kuat akan meningkatkan kestabilan lereng dan meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan erosi.
2. Dampak Terhadap hayati
Flora Darat
Kegitan penghijauan/landscaping pada tahap konstruksi proyek diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan keanekaragaman jenis flora darat di dalam tapak proyek.
Fauna Darat
Kegiatan penghijauan/landscaping pada tahap konstruksi proyek akan diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan keanekaragaman fauna darat di dalam tapak proyek, khususnya jenis-jenis hewan yang memanfaatkan flora darat sebagai habitatnya seperti jenis-jenis serangga
(insekta) dan burung (aves).
3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan
Estetika Lingkungan
Penanaman jenis-jenis tumbuhan peneduh/pelindung dan tanaman hias akan meningkatkan nilai estetika lingkungan di dalam tapak proyek   


Text Box: [TYPE YOUR NAME]
PENGELOLAAN SAMPAH 
DINAS PEKERJAAN UMUM
CIPTA KARYA DAN TATA RUANG
KABUPATEN JEMBER












RENCANA INDUK (MASTER PLAN)
PENGELOLAAN SAMPAH KABUPATEN JEMBER
TAHUN 2014 - 2017


 



















DISUSUN OLEH :
R. MUH. MASBUT