RENCANA INDUK (MASTER PLAN)
PENGELOLAAN SAMPAH KABUPATEN JEMBER
TAHUN 2014 – 2015
Latar Belakang
Sampah pada dasarnya merupakan suatu bahan yang terbuang atau
dibuang dari suatu sumber hasil aktivitas manusia maupun proses-proses alam
yang tidak mempunyai nilai ekonomi, bahkan dapat mempunyai nilai yang negatif karena
dalam penanganannya, baik untuk membuang atau membersihkannya memerlukan biaya
yang cukup besar.
Sampah dan pengelolaannya kini menjadi masalah yang kian mendesak
di Kota-kota di Indonesia, sebab apabila tidak dilakukan penan.ganan yang baik
akan mengakibatkan terjadinya perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan atau
tidak diharapkan sehingga dapat mencemari lingkungan, baik terhadap tanah, air
dan udara. Oleh karena itu untuk mengatasi masalah pencemaran tersebut
diperlukan penanganan dan pengendalian terhadap sampah.
Penanganan dan pengendalian akan menjadi semakin kompieks dan
rumit dengan semakin kompleksnya jenis maupun kompisisi dari sampah sejalan dengan
majunya kebudayaan. Oieh karena itu penanganan sampah di perkotaan relatif
lebih dibanding sampah di desa-desa.
Masalah yang sering muncul dalam penanganan sampah kota adalah
masalah biaya operasional yang tinggi dan semakin sulitnya ruang yang pantas
untuk pembuangan. Sebagai akibat biaya operasional yang tinggi, kebanyakan Kota-kota
di Indonesia hanya mampu mengumpulkan dan membuang sekitar 60% dari seluruh
produksi sampahnya. Dari 60% ini, sebagian besar ditangani dan dibuang dengan
cara yang tidak saniter, boros dan mencemari.
Untuk mendapatkan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi
dalam penanganan sampah di Kabupaten Jember, maka dalam pengelolaannya harus
cukup layak diterapkan yang sekaligus disertai upaya pemanfaatannya sehingga
diharapkan mempunyai keuntungan berupa nilai tambah. Untuk mencapai hal
tersebut, maka perlu pemilihan cara clan teknologi yang tepat, perlu
partisipasi aktif dari masyarakat dari mana sumber samaph berasal clan mungkin
perlu dilakukan kerjasama antar lembaga pemerintah yang terkait. Disamping itu
juga perlu aspek legal untuk dijadikan pedoman berupa peraturan¬peraturan
mengenai lingkungan demi menanggulangi pencemaran lingkungan yang diakibatkan
oleh sampah.
Untuk mendukung pembangunan Kabupaten Jember yang berkelanjutan
clan seiring dengan adanya peraturan-. peraturan baru mengenai Lingkungan Hidup
clan Persampahan maka perlu dicari suatu cara pengelolaan sampah secara baik
clan benar melalui perencanaan yang matang clan terkendali dalam bentuk
pengelolaan secara terpadu. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka pada
tahun anggaran 2014 Kabupaten Jember akan melakukan kegiatan Penyusunan Rencana
Induk Persampahan.
Dasar
Hukum
Dalam
rangka menyusun Rencana Induk (Master Plan) pengelolaan sampah Kabupaten Jember
berpedoman pada :
1.
Undang-undang No. 18 Tahun
2008 tentang Pengelolaan Persampahan
2.
Permen PU No. 21/PRT/M/2006
tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan Sistem Pengelolaan
Persampahan
3.
Permen Dagri No. 33 Tahun
2012 tentang Pedoman Pengelolaan Sampah
4.
Perda No. 4 Tahun 2011
tentang Retribusi Jasa Umum
5.
Perbup No. 57 Tahun 2008
tentang Tugas Pokok dan Fungsi Organisasi Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan
Tata Ruang Kabupaten Jember
6.
Perbup No. 29 Tahun 2012
tentang Retribusi Pelayanan Persampahan/Kebersihan
7.
Pedoman
teknis pengelolaan sampah
1.
SNI 03-3241-1994 tentang
Tata cara pemilihan lokasi tempat pembuangan akhir sampah
2.
SNI 03-3242-1994 tentang
Tata cara pengolahan sampah dipemukiman
3.
SNI 19-2454-2002 tentang
Tata cara teknik operasional pengolahan sampah perkotaan
Maksud,
Tujuan Dan Sasaran
Sebagaimana telah diuraikan dalam Latar Belakang tersebut diatas,
maka maksud dan tujuan dari pekerjaan ini diuraikan sebagai berikut :
Maksud
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyusun Rencana induk (Master
Plan) Sistem Pengelolaan Sampah di Kabupaten Jember.
Tujuan
Tujuan dari pekerjaan Penyusunan Rencana Induk Persampahan ini
adalah sebagai berikut:
1. Tersusunnya Rencana
Induk Sistem Pengelolaan sampah yang memuat rencana umum pengelolaan
persampahan meliputi aspek teknis operasional, hukum dan peraturan, kelembagaan
dan institusi, keuangan dan pembiayaan dan peran serta masyarakat dan swasta.
2. Tersusunnya indikasi
program dan rencana investasi pembiayaan pengelolaan persampahan jangka
mendesak, jangka pendek,jangka menengah dan jangka panjang.
3. Tersusunnya konsep
efisiensi pembiayaan, seperti biaya pengangkutan yang dapat ditekan karena
dapat memangkas mata rantai pengangkutan sampah, dsb.
4. Tersusunnya konsep
reduksi sampah dari sumber, sehingga tidak diperlukan lahan besar untuk TPA.
5. Dapat menghasilkan nilai
tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis.
6. Dapat lebih
mensejahterakan petugas pengelola kebersihan.
7. Tersusunnya konsep
pengelolaan persampahan yang ekonomis dan berwawasan lingkungan (ekologis).
8. Dapat membuka
kesempatan/ lapangan kerja melalui berdirinya badan usaha yang mengelola sampah
menjadi bahan yang bermanfaat.
9. Tersusunnya konsep
pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan kebersihan kota.
10. Tersusunnya konsep
pemberdayaan kelembagaaan, peraturan daerah dan investasi serta pembiayaan
pengelolaan persampahan secara terpadu.
Sasaran pekerjaan ini adalah
meningkatnya kebersihan lingkungan yang sehat dan bersih, berkurangnya konflik
sosial masyarakat dalam operasional pengelolaan persampahan, terbentuknya
pengolahan sampah dengan sistem 3R di sumber sampah, terbentuknya usaha daur
ulang dan composting, dan berkurangnya beban operasional truk sampah dan TPA.
Persoalan
Pengelolaan Persampahan
Persoalan utama pada pengelolaan sampah terjadi karena beberapa
hal, yaitu :
1. Peningkatan jumlah
sampah secara signifikan akibat adanya perubahan gaya hidup dan pola konsumsi
masyarakat akibat terjadinya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi pada era
orde baru (sebelum terjadi krisis moneter tahun 1997).
2. Terjadi pertumbuhan
penduduk yang tinggi di daerah perkotaan yang membutuhkan penanganan sampah
secara kolektif. Pengelolaan secara individu (dalam arti menimbun dan membakar)
semakin tidak layak untuk lingkungan perkotaan.
3. Pertumbuhan jumlah
sampah tidak diimbangi dengan pertumbuhan pendapatan yang berasal dari
masyarakat penghasil sampah untuk mendanai/membiayai pengelolaan sampah perkotaan.
Selain itu, anggaran pengelolaan persampahan yang berasal dari Pemerintah tidak
mencukupi untuk memenuhi standard pelayanan yang diperlukan.
4. Ketersediaan lahan untuk
TPA sampah yang memenuhi persyaratan (teknis, lingkungan, sosial budaya,
legalitas kepemilikan, dan aspek keuangan) semakin terbatas.
5. Peningkatan kemampuan
lembaga/institusi pengelola persampahan berjalan dengan lambat sehingga tidak
mampu mengantisipasi persolan yang timbul di masyarakat.
Paradigma Baru Pengelolaan Sampah
Pendekatan yang akan digunakan konsultan dalam melaksanakan
pekerjaan penyusunan Rencana Induk Persampahan Kabupaten Jember akan mengacu
pada sistem REDUCE (mengurangi), REUSE (menggunakan kembali), RECYCLE (mendaur
ulang), PARTICIPATION (melibatkan masyarakat) sesuai dengan yang diamanatkan
dalam Undang-Undang No.18 Tahun 2008 tentang Persampahan.
Pendekatan Kebijakan
Secara lebih spesifik pendekatan yang akan dilakukan dalam Kajian
Pengelolaan Sampah di Kabupaten Jember ini, meliputi :
1. Pendekatan terhadap
Peraturan PerUndang-Undangan/Kebijakan yang berlaku baik ditingkat Pusat maupun
di tingkat Daerah. (seperti : RUTRK, RTRW dan lain sebagainya yang relevan).
2. Millenium Development
Goal (2015).
3. National Action Plan
Persampahan
4. Ketentuan Teknis (SNI
untuk perencanaan sampah perkotaan dan SNI UNJ 03-3241-1994) tentang Tata Cara
Pemilihan Lokasi TPA Sampah dan cara “Weighted Ranking Technique”.
Pendekatan Kelembagaan
Dalam melaksanakan pekerjaan ini Konsultan secara aktif akan
melakukan koordinasi dan membangun kerjasama yang erat dengan Tim Teknis
Pemberi Tugas dan instansi lain yang berkaitan dengan proyek ini. Pelaksanaan
pendekatan kelembagaan dalam kegiatan ini sangat diperlukan mengingat
pertimbangan sebagai berikut :
1. Waktu pelaksanaan
pekerjaan ini cukup singkat yaitu 4 (empat) bulan, dengan demikian dibutuhkan
kerjasama dan koordinasi yang cukup baik dari para pihak yang terkait dengan
pekerjaan ini khususnya yang dapat membantu menyediakan data-data yang
dibutuhkan.
2. Kegiatan penyusunan
rencana induk persampahan sangat terkait dengan dengan instansi lain, dengan
demikian kegiatan ini dapat dijadikan sebagai sosialisasi program dan
meningkatkan kerjasama yang komprehensif dalam pengelolaan persampahan di
wilayah Kabupaten Jember.
3. Diperkirakan instansi terkait di daerah memiliki rencana dan
program pengelolaan persampahan, dengan demikian kegiatan ini diharapkan dapat
menjadi penguatan program-program atau saling melengkapi dengan program-program
lokal yang ada.
Dalam kaitannya dengan pendekatan kelembagaan ini, konsultan akan
melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Pemberi Tugas/Pemimpin Proyek, Tim
Teknis, dan aparat di daerah, agar kebutuhan dan aspirasi daerah dapat
diakomodasikan. Koordinasi dan komunikasi dalam frekuensi yang tinggi akan
sangat membantu kelancaran dan keberhasilan perencanaan ini dan setiap
permasalahan yang timbul akan dapat segera diselesaikan.
Dengan seringnya berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak
Pusat maupun daerah, diharapkan akan memperlancar dan mempercepat dalam
menyelesaikan permasalahan yang mungkin akan terjadi. Survey lapangan dalam
rangka mengidentifikasi permasalahan pengelolaan sampah serta mengidentifikasi
daerah genangan akan lebih baik bila dilakukan bersama-sama dengan pihak daerah
untuk menghindari kesalahan, baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan pembangunan
nantinya.
Secara garis besar hal-hal yang perlu dikoordinasikan antara lain
:
1. Menyamakan interpretasi
tugas, kewajiban dan tanggung jawab masing-masing pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan pekerjaan ini.
2. Mendiskusikan rencana
kerja dan jadwal pelaksanaan khususnya pekerjaan survey lapangan.
3. Merencanakan sistem
komunikasi yang efektif dan terorganisir antara Konsultan dan Pemberi Tugas/Tim
Teknis serta semua instansi terkait.
4. Prosedur dan perizinan
yang diperlukan dari Pemberi Tugas.
Pendekatan Teknis
Sistem Pengelolaan Eksisting
Pengelolaan persampahan merupakan suatu sistem yang terdiri dari
beberapa komponen yang saling berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang
mempunyai satu tujuan. Bentuk interaksi ini mempunyai ketentuan dan peraturan.
Komponen yang mempunyai bentuk tersebut di atas disebut subsistem. Subsistem
tersebut adalah:
a. Organisasi dan Manajemen
b. Teknik Operasional
c. Pembiayaan dan Retribusi
d. Ketentuan dan Peraturan
Pengelolaan Persampahan
Pengelolaan persampahan Kabupaten - Kabupaten di Indonesia
mempunyai pola yang hampir sama.
Ditinjau dari segi teknik operasionalnya, pengelolaan persampahan
meliputi kegiatan pewadahan sampai dengan pembuangan akhir.
Operasi bersifat integral dan terpadu karena setiap proses tidak
dapat berdiri sendiri, melainkan saling pengaruh mempengaruhi secara berantai.
Adapun urutan kegiatan sistem operasional pengelolaan persampahan
secara umum adalah sebagai berikut:
1. Kegiatan pewadahan sampah
2. Kegiatan pengumpulan sampah
3. Kegiatan pemindahan sampah
4. Kegiatan pengangkutan sampah
5. Kegiatan pengelolaan sampah
6. Kegiatan pembuangan akhir
A. Pewadahan Sampah
Pewadahan sampah adalah suatu cara penampungan sampah sebelum di kumpulkan,
dipindahkan, diangkut dan dibuang ke tempat pembuangan akhir.
Tujuan utama dari pewadahan adalah untuk menghindari terjadinya
sampah yang berserakan sehingga mengganggu lingkungan dari segi kesehatan,
kebersihan dan estetika.
Pewadahan dapat dikelompokkan sebagai pewadahan individual serta
pewadahan komunal (yang merupakan bagian dari proses pengumpulan). Pewadahan
individual dimaksudkan untuk menampung sampah dari masing-masing sumber sampah,
sesuai dengan sistem/ pola pengumpulan yang diterapkan, dimana setiap rumah
tangga harus tetap mempunyai pewadahan individual.
Cara-cara ataupun sistem pewadahan sampah dikelola dengan baik
oleh setiap pemilik persil pada daerah-daerah pelayanan merupakan faktor
penunjang keberhasilan operasi pengumpulan sampah. Tujuan dari pewadahan akan
tercapai apabila orang mau membuang sampah kedalamnya, dan pewadahan tersebut mampu
mengisolasi sampah terhadap segala sesuatu di sekitarnya.
Untuk itu hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain
pewadahan adalah sifat, bahan, warna, volume dan konstruksinya, yang harus
memenuhi persyaratan praktis, ekonomis, estetis dan higienis.
Secara umum, bahan pewadahan sampah harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Awet dan tahan air (kedap
air)
b. Mudah untuk diperbaiki
c. Ekonomis, mudah
diperoleh/ dibuat oleh masyarakat
d. Ringan dan mudah
diangkat sehingga tidak melelahkan petugas dalam proses pengumpulan
e. Penggunaan warna yang
menarik dan menyolok
Adapun kriteria penentuan ukuran (volume) pewadahan sampah
biasanya ditentukan berdasarkan:
a. Jumlah penghuni dalam suatu
rumah
b. Tingkat hidup masyarakat
c. Frekuensi pengambilan/
Pengumpulan sampah
d. Sistem pelayanan,
individual atau komunal
Berdasarkan tempat sumber timbulannya, bahan dan jenis wadah
sampah padat diuraikan sebagai berikut:
a. Sampah rumah tangga
wadahnya dapat berupa:
1) Tong/bin dari plastik/
fiberglas
2) Tong/bin dari kayu
3) Container besi
4) Kantong plastik
5) Kantong kertas
b. Sampah toko/restoran wadahnya berupa :
1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas
2) Tong/bin dari kayu
3) Container besi
4) Kantong plastik
c. Sampah kantor/ bangunan gedung wadahnya berupa :
1) Bak tembok
2) Container besi
3) Kantong plastik besar
Cara pengambilan wadah sampah dapat dilakukan dengan cara manual
atau secara mekanik. Oleh karena itu perlu ditetapkan suatu standarisasi ukuran
dan bentuk serta perlengkapannya. Ukuran wadah menggunakan tenaga orang
(manual) misalnya harus dirancang sedemikian rupa sehingga mudah diangkat dan
beratnya diperhitungkan mampu bagi seseorang untuk mengangkatnya. Sedangkan
wadah yang menggunakan tenaga mekanik, ukuran dan berat penuhnya disesuaikan dengan
spesifikasi kendaraan angkutannya (load-haul atau compactor truck).
Lokasi penempatan wadah pada umumnya belum seragam. Untuk wadah
sampah yang pengambilannya menggunakan tenaga orang, lokasi ada yang
ditempatkan di depan rumah, di belakang rumah, di tepi trotoar jalan, dan
sebagainya. Demikian pula cara penempatannya ada yang ditempatkan di udara
terbuka dan ada yang diberi alat pelindung/ atap.
B. Pengumpulan Sampah
Yang dimaksud dengan sistem pengumpulan sampah yaitu cara atau
proses pengambilan sampah mulai dari tempat pewadahan/ penampungan sampah dari sumber
timbulan sampah sampai tempat pengumpulan sementara/ stasiun pemindahan atau
sekaligus diangkut ke tempat pembuangan akhir.
Pengambilan sampah dilakukan setiap waktu sesuai dengan
periodesasi tertentu. Periodesasi biasanya ditentukan berdasarkan waktu
pembusukkan sampah, yaitu kurang lebih berumur 2 – 3 hari, yang berarti
pengumpulan sampah dilakukan maksimal setiap 3 hari sekali. Makin sering
semakin baik, namun biasanya operasinya lebih mahal.
Pengumpulan umumnya dilaksanakan oleh petugas kebersihan Kabupaten
atau swadaya masyarakat (pemilik sampah, badan swasta atau RT/RW). Pengikut
sertaan masyarakat dalam pengelolaan sampah banyak ditentukan oleh tingkat
kemampuan pihak Kabupaten dalam memikul beban masalah persampahan Kabupatennya.
Termasuk dalam pekerjaan pengumpulan adalah penyapuan jalan dan
pembersihan selokan. Pengawasan akan mutu pekerjaan ini cukup penting terutama pembersihan
selokan pada musim penghujan, sehubungan dengan pencegahan banjir.
Sistem atau cara pengumpulan sampah ini dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain:
a. Peraturan-peraturan/
aspek legal pada daerah setempat
b. Kebiasaan masyarakat (budaya)
c. Karakteristik lingkungan
fisik dan sosial ekonominya
d. Kedaan khusus
setempat
e. Kepadatan dan penyebaran
penduduk
f. Rencana penggunaan
lahannya
g. Sarana pengumpulan,
pengangkutan, pengelolaan dan pembuangan
h. Lokasi pembuangan akhirnya
i. Biaya yang tersedia
C. Pemindahan Sampah
Proses pemindahan terdapat pada pengelolaan sampah dengan
pengumpulan secara tidak langsung. Proses ini diperlukan karena kondisi daerah
pelayanan tidak memungkinkan untuk diterapkan pengumpulan dengan kendaraan truk
secara langsung. Disamping itu juga proses ini akan sangat membantu efisiensi
proses pengumpulan. Pekerjaan utama pada proses ini yaitu memindahkan sampah
hasil pengumpulan ke dalam truk pengangkut.
Mengingat tingkat kemampuan daya tempuh gerobak yang relatif
pendek, maka lokasi pemindahan umumnya terletak tidak jauh dari sumber sampah,
masalah yang perlu diperhatikan adalah pengaruhnya daerah sekitar dalam hal
kebersihan dan kesehatan lingkungan.
Lokasi pemindahan letaknya sedemikian rupa sehingga memudahkan
bagi truk pengangkut untuk memasuki dan keluar dari pemindahan. Pemindahan
sampah ke dalam truk pengangkut dapat dilakukan secara manual, mekanis atau
campuran, tergantung dari tipe kendaraan pengangkutnya. Pengisian container
dilakukan secara manual oleh petugas pengumpul, sedangkan pengangkatan
container ke atas truck dilakukan secara mekanis (load-haul dan compactor
truck).
Lokasi pemindahan dapat bersifat terpusat (pola transfer depo)
atau tersebar.
Fungsi lokasi pemindahan terpusat: proses pemindahan, penyimpanan
alat, perawatan ringan, proses pengendalian (desentralisasi). Sedangkan fungsi
lokasi pemindahan tersebar: proses pemindahan dan penyimpanan alat.
D. Pengangkutan Sampah
Yang dimaksud dengan pengangkutan sampah dalam hal ini adalah kegiatan
pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan ditempat penampungan sementara (transfer
station) atau langsung dari tempat sumber sampah ketempat pembuangan akhir
(TPA).
Keberhasilan kegiatan penanganan sampah adalah tergantung pada
baiknya kegiatan/ sistim pengangkutan sampah yang diterapkan. Sarana yang
digunakan adalah kendaraan truck dengan berbagai tipe/ jenis, sehingga
merupakan kegiatan yang membutuhkan dana/ investasi yang paling besar
dibandingkan dengan kegiatan pengumpulan dan pembuangan akhir.
Pekerjaan pengangkutan pada pokoknya membawa sampah makin menjauhi
daerah sumber. Arah pengangkutan biasanya relatif jauh keluar Kabupaten. Dasar
alasan adalah kemungkinan adanya rencana pengembangan Kabupaten masalah
pengangkutan biasanya timbul seiring dengan keharusan truk melewati jalan-jalan
dalam Kabupaten. Kenyataan memperlihatkan bahwa tidak semua jalan sesuai untuk
dilewati truk tanpa menimbulkan gangguan pada kelancaran lalu lintas.
Jalan yang tidak sesuai dari segi lebarnya biasanya ditambah dengan
tingkat kepadatan lalu lintas yang cukup tinggi. Kondisi truk, terutama saat
melewati jalan ramai, cukup berpengaruh terhadap kenyamanan disekitarnya. Kesan
kotor biasanya terjadi karena tetesan air dan hamburan material sampah selama perjalanan.
Pewadahan
Pola pewadahan terdiri dari :
a. Pewadahan Individual
Bentuk
pewadahan yang dipakai banyak tergantung selera dan kemampuan pengadaannya dari
pemiliknya, mulai dari pengadaan sampai penggunaannya dilakukan secara pribadi.
Ciri utama dalam penanganan selanjutnya adalah digunakan sistem pengumpulan
dari rumah ke rumah. Petugas akan langsung mendatangi tiap rumah untuk
mengumpulkan sampahnya.
b. Komunal
1) Diperuntukan bagi daerah
pemukiman sedang/kumuh, taman kota, jalan, pasar. Bentuknya banyak ditentukan
oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannya adalah umum, alasan
utama digunakannya pola ini adalah kesulitan petugas dalam mencapai tempat
sampah di setiap titik sumber, juga termasuk kesulitan utama adalah kondisi
jalan (sangat sempit, tidak dapat dilalui kendaraan pengumpul, sibuk sepanjang
hari, dan sebagainya). Agar memudahkan dalam penanganan selanjutnya maka tempat
sampah komunal umumnya ditempatkan di tepi jalan besar, pada suatu lokasi yang
strategis terhadap penggunaannya. Penduduk akan membawa sampahnya untuk dibuang
ke tempat sampah komunal dan pengumpulan pun dilakukan oleh petugas dari tempat
ini.
2) Pada pola pewadahan
komunal, setiap rumah tangga tetap harus memiliki pewadahan individual, yang
pada periode tertentu dibuang sendiri oleh pemilik rumah ke wadah komunal.
3) Pada beberapa literatur,
pewadahan diklasifikasikan termasuk dalam proses pengumpulan, karena memang
sarana pewadahan sangat berkaitan erat dengan proses pengumpulan, baik desain,
kapasitas alatnya maupun pola yang diterapkan.
Pengumpulan
Pola pengumpulan sampah umumnya dapat dibagi atas:
a. Individual langsung
b. Individual tidak langsung
c. Komunal langsung
d. Komunal tidak langsung
1. Pola individual langsung
Yaitu
proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah masing-masing
sumber sampah dan diangkut langsung ke TPA, tanpa melalui proses pemindahan.
Persyaratan:
Kondisi
topografi bergelombang (rata-rata > 8%) sehingga alat pengumpul non mesin
sulit beroperasi
Kondisi
jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya.
Kondisi
dan jumlah alat memungkinkan
Jumlah
timbulan sampah besar (>0,5 m3/hari)
2. Pola individual tidak langsung
Yaitu
proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah masing-masing
sumber sampah dan diangkut ke TPA dengan sarana pengangkut melalui proses
pemindahan. Pola ini dapat mengurangi ketergantungan kebutuhan alat angkut
(truk), tetapi membutuhkan kemampuan pengendalian personil dan alat yang lebih
kompleks. Pola ini baik untuk daerah dengan partisipasi aktif masyarakat yang
rendah. Dan alat pengumpul masih mampu menjangkau sumber secara langsung. Pola
ini membutuhkan persyaratan sebagai berikut:
Memungkinkan
pengadaan lokasi pemindahan
Bila
menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak), maka dibutuhkan kondisi
topografi relatif datar (rata-rata < 8%)
Lebar
jalan yang memungkinkan dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan
lainnya.
Organisasi
harus siap dengan sistem pengendalian
3. Pola komunal langsung
Yaitu
proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari
masing-masing titik pewadahan komunal, langsung diangkut ke TPA tanpa melalui
proses pemindahan. Pola ini merupakan alternatif bila alat angkut terbatas,
lokasi merupakan timbulan sampah-sampah sulit dijangkau oleh pelayanan alat
pengumpul non mesin (gerobak), kemampuan pengendalian personil dan peralatan
relatif rendah, alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah. Pola ini
mempunyai prasyarat:
Peran
serta aktif masyarakat tinggi
Wadah
komunal dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan sesuai dengan kebutuhan
dan di lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk).
4. Pola komunal tidak langsung
Yaitu
proses penanganan persampahan dengan cara mengumpulkan sampah dari titik
pewadahan komunal, dibawa ke lokasi pemindahan (menggunakan gerobak), lalu
diangkut ke TPA menggunakan alat angkut truk. Pola ini membutuhkan prasyarat :
Peran
serta aktif masyarakat tinggi
Wadah
komunal dan alat pengumpul dirancang sesuai dengan kondisi, ditempatkan sesuai
dengan kebutuhan dilokasi yang mudah dijangkau alat pengumpul
Memungkinkan
pengadaan lokasi pemindahan
Bila
menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak), maka dibutuhkan kondisi
topografi yang relatif datar (rata-rata < 8%)
Lebar
jalan yang memungkinkan dilalui alat pengumpul tanpa menganggu pemakai jalan
lainnya
Organisasi
harus siap dengan sistem pengendalian
Pemindahan
Kegiatan pemindahan terdapat pada pola pengumpulan tak langsung,
yaitu pengumpulan oleh alat bukan jenis truk. Sampah dari alat pengumpul
(gerobak/ sejenisnya) harus dipindahkan ke truk pengangkut untuk dibawa ke
lokasi pembuangan akhir.
Berdasarkan kondisi dan fungsinya pemindahan terbagi menjadi 2
bagian, yaitu terpusat dan tersebar.
Pola pemindahan terpusat dimaksudkan sebagai sentralisasi proses
pemindahan dan merupakan pos pengendali operasional, apabila sulit mendapatkan
lahan kosong untuk lokasi pemindahan, maka lokasi pemindahan dapat tersebar,
tetapi akibatnya kurang dapat dikendalikan.
Selain itu, lokasi pemindahan dapat berfungsi pula sebagai
penyimpan sarana kebersihan, seperti gerobak dan peralatan lainnya, tanpa
perawatan alat dan sebagainya.
Lokasi pemindahan dapat berbentuk:
1. Pelataran berdinding (transfer depo)
Ukuran
panjang dan lebar dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan keluar masuk dan
pemuatan truk. Bila pemuatan tidak langsung dilakukan dari gerobak, maka harus
tersedia tempat khusus penimbunan sampah sementara.
Dinding
dibuat cukup tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai isolator terhadap daerah
sekitarnya. Memudahkan keluar masuk dan pemuatan truk isolasi bertujuan
menghilangkan kesan kotor dari kerja pemindahan.
2. Container muat (load- haul)
Berupa
container yang umumnya bervolume 8 - 10m3, gerobak langsung menumpahkan
muatannya ke dalam container ini. Setelah penuh maka container ini akan dibawa
ke lokasi pembuangan akhir. Metoda ini membutuhkan biaya modal yang cukup besar
karena dibutuhkan truk dengan tipe khusus (load-haul truck).
Pengangkutan
Fase pengangkutan merupakan tahapan membawa sampah dari lokasi
pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke TPA.
Hal yang penting dalam proses pengangkutan adalah penentuan route pengangkutan,
berupa penetapan titik pengambilan, jadwal operasi dan pola pengangkutan.
Untuk menentukan route pengangkutan sampah tersebut dilakukan
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Penentuan titik
pengambilan
b. Untuk menentukan titik
pengambilan perlu adanya peta daerah pelayanan dan peta timbunan sampah.
c. Peta derah pelayanan
menunjukkan batas daerah yang akan dilayani saat ini dan kemungkinan
pengembangannya yang memuat data-data antara lain:
1) Luas wilayah Kabupaten
2) Luas daerah yang
dilayani
3) Jumlah penduduk yang
dilayani
4) Jumlah sampah yang
harus dilayani setiap hari
d. Peta timbulan
sampah menunjukan lokasi pengumpul/ timbunan sampah yang harus dilayani oleh
para petugas kebersihan, antara lain:
1) Lokasi stasion pemindahan/ TPS
2) Lokasi container besar
3) Lokasi daerah pertokoan
4) Lokasi bangunan besar/ khususnya yang diperkirakan timbulan
sampah lebih 1m3 misalnya rumah sakit, hotel, pusat perbelanjaan kantor-kantor besar
dan lain-lain.
e. Pada titik pengumpul tersebut jumlah volume sampah yang harus
diangkut setiap hari dari setiap daerah pelayanan dapat diketahui. Juga route angkutannya
dapat direncanakan.
1. Jadwal Operasi
Jadwal kegiatan pelayanan harus ditetapkan sedemikian rupa agar
operasi pengangkutan sampah dapat berjalan secara teratur. Hal ini disamping
untuk memberikan gambaran kualitas pelayanan juga untuk menetapkan jumlah kebutuhan
tenaga dan peralatan, sehingga biaya operasi dapat diperkirakan.
Selain itu dengan frekuensi pelayanan yang teratur akan memudahkan
bagi para petugas untuk melaksanakan tugasnya.
Pengaturan jam operasional tersebut harus disesuaikan dengan:
1) Jumlah timbulan sampah yang harus diangkat setiap hari
2) Jumlah kendaraan dan tenaga serta kapasitas kendaraan
3) Sifat daerah pelayanan
4) Waktu yang diperlukan tiap rit kendaraan
Dengan pengaturan jam kerja ini, operasi pengumpulan dan pengangkutan
sampah dapat berjalan tertib dan teratur, sehingga mudah dilakukan pengontrolan
terhadap kebersihan Kabupaten.
Pengaturan kerja tersebut termasuk juga:
1) Pengaturan
penugasan
2) Pengaturan
kewajiban bagi para petugas untuk membersihkan kendaraan
3) Kewajiban bagi para petugas untuk melaporkan hasil operasinya,
sehingga volume sampah yang terangkut setiap pengangkutan dapat diketahui.
2. Pola Pengangkutan
Pola pengangkutan sampah yang dialkukan dengan sistem stasiun
pemindahan (transfer depo), proses pengangkutan dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
Kendaraan angkutan keluar dari pool langsung menuju lokasi
pemindahan transfer depo untuk mengangkut sampah langsung ke TPA Dari TPA,
kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada rit
berikutnya.
Untuk pengumpulan sampah dengan sistem container pola pengangkutan
adalah sebagai berikut:
1) Sistim container yang
diangkut
Kendaraan
keluar dari pool langsung menuju lokasi container pertama untuk mengambil/
mengangkut sampah langsung ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut dengan container
kosong kembali ke lokasi pertama tadi untuk menurunkan container tersebut, dan
kemudian menuju ke lokasi ke dua untuk mengambil container yang berisi untuk
diangkut ke TPA dan selanjutnya mengembalikan container kosong tersebut
ketempat semula. Demikian seterusnya sampai pada shift terakhir.
2) Sistim container yang diganti
Kendaraan
keluar dari pool dengan membawa container kosong menuju ke lokasi container
pertama untuk mengambil/ mengganti container yang berisi sampah dan langsung
membawanya ke TPA. Dari TPA kendaraan tersebut dengan container kosong kembali
menuju lokasi container kedua dan kemudian menurunkan container kosong tersebut
sekaligus mengambil container yang telah penuh untuk dibawa ke TPA. Demikian seterusnya
sampai pada shift terakhir.
3) Sistim container tetap
Penyerapan
sistim ini biasanya untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truck
compactor. Kendaraan keluar dari pool langsung menuju ke lokasi container
pertama dan mengambil sampahnya untuk dituangkan ke dalam truck compactor dan
diletakkan kembali container yang kosong itu ketempat semula, kemudian
kendaraan langsung ke lokasi container kedua mengambil sampahnya dan
meninggalkan container dalam keadaan kosong dan seterusnya jika kapasitas truk
sudah penuh, kendaraan langsung menuju ke lokasi pembuangan akhir.
Peralatan Pewadahan
1. Individual
Bentuk
pewadahan yang dipakai banyak tergantung selera dan kemampuan pengadaannya dari
pemiliknya secara umum adalah:
Bentuk
: Kabupatenk, Silinder, Kantung, Container
Sifat
: Bersatu dengan tanah, dapat diangkat
Bahan
: Pasangan bata, logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat kedepan
terhadap air, panas matahari, tanah diperlakukan kasar mudah dibersihkan.
Ukuran
: 10 – 50 liter untuk pemukiman., toko kecil 100-500 liter untuk kantor, toko
besar, hotel, rumah makan
Pengadaan
: Pribadi, swadaya masyarakat, instansi pengelola
2. Komunal
Diperuntukan
bagi daerah pemukiman sedang/ kumuh, taman Kabupaten, jalan, pasar. Bentuknya
banyak ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannya
adalah umum. Karakteristiknya adalah:
Bentuk
: Kabupatenk, Silinder, Kantung, Container
Sifat
: Bersatu dengan tanah, dapat diangkat
Bahan
: Pasangan bata, logam, plastik, alternatif bahan harus bersifat kedepan
terhadap air, panas matahari, tanah diperlakukan kasar mudah dibersihkan.
Ukuran
: 10 – 100 liter untuk pinggir jalan taman, 100-500 liter untuk pemukiman dan
pasar
Pengadaan
: Pemilik, badan swasta (sekaligus sebagai usaha promosi hasil produksi,
instansi pengelola).
Adapun
jenis-jenis peralatan pewadahan yang umum terdapat di kota-kota di Indonesia
adalah:
1) Kantong plastik, 30 – 50 liter
2) Bin plastik/ keranjang tertutup, 40 – 50 liter
3) Tong kayu, 40 – 60 liter
4) Bin plastik (tertutup dengan roda), 120 liter
5) Bin plastik permanen, 70 liter
6) Bin plat besi tertutup, 100 liter
7) Bak sampah permanen, ukuran variasi
8) Kontainer, volume 1,0 m3
Peralatan Pengumpulan dan Pemindahan
Peralatan pengumpulan dan pemindahan sampah dapat bermacam-macam tergantung
sistem pewadahan dan pengumpulan yang diterapkan. Pada daerah pelayanan
tertentu peralatan pengumpulan dapat sekaligus sebagai peralatan pengangkutan
(truk).
Adapun peralatan yang telah disesuaikan berdasarkan daerah
timbulan sampahnya dan telah lazim digunakan dalam sistem pengumpulan sampah
yaitu:
1. Daerah perumahan/ pemukiman teratur:
Gerobak dorong, dimana sampahnya kemudian dikumpulkan pada tempat pengumpulan
sementara (transfer depo) dan container.
2. Perumahan yang belum teratur (slump area)
Container komunal, gerobak dan transfer komunal, transfer station
atupun truk pemadat (compactor truck).
3. Daerah Pasar/ Komersial
Untuk daerah pasar/ komersial dapat digunakan langsung truk sampah
atau container.
4. Daerah Pertokoan
Untuk daerah pertokoan dapat digunakan beberapa cara:
1) Digunakan gerobak dorong dan transfer station atau container
2) Digunakan container komunal
3) Digunakan langsung truck sampah
Peralatan Pengangkutan
Peralatan pengangkutan sampah antara lain:
a. Truck biasa
b. Dump Truck (Tipper Truck)
c. Compactor Truck
d. Arm Roll Truck
e. Multi Loader Truck
f. Transfer Trailer
Penggunaan jenis-jenis truk ini tergantung dari sistim pewadahan,
pengumpulan dan pemindahannya.
Pemilihan Sistem Dan Peralatan Operasional Persampahan
Umum
Pemilihan sistem dan pemilihan peralatan operasional persampahan
saling berkaitan erat. Pemilihan jenis peralatan pada masing-masing komponen
operasional sangat tergantung dari sistem atau pola operasional yang digunakan.
Demikian pula pemilihan sistem operasional sangat tergantung pada kondisi
fisik, sosial dan ekonomi daerah setempat.
Pewadahan
Penentuan segi baik dan buruknya suatu bentuk pewadahan dinilai
dari hubungannya sebagai pendukung pekerjaan penanganan berikutnya, yaitu
pengumpulan, pekerjaan ini umumnya dilakukan oleh petugas Kabupaten atau
swadaya masyarakat. Para petugas dituntut untuk menyelesaikan pekerjaan dengan
target yang telah ditentukan. Efektifitas kerja harus tinggi dan dilakukan
melalui efisiensi waktu, untuk mencapai target tersebut.
Sehubungan dengan hal ini maka cara pewadahan harus dapat
memberikan kemudian dalam pekerjaan pengumpulan.
Pembuangan Akhir Sampah Dan Pengolahan
Umum
Tujuan pembuangan akhir sampah adalah untuk memusnahkan sampah
domestik atau yang diklasifikasikan sejenis ke suatu tempat pembuangan akhir
dengan cara sedemikian rupa sehingga tidak – atau seminimal mungkin menimbulkan
gangguan terhadap lingkungan antara (intermediate treatment) maupun tanpa
diolah terlebih dahulu.
Kegiatan operasional di pembuangan akhir pada dasarnya merupakan:
1. Kegiatan yang merubah
bentuk lahan
2. Kegiatan yang dapat
menimbulkan kerusakan dan kemerosotan sumber daya lahan, air dan udara.
Pembuangan Akhir
Yang dimaksud dengan pembuangan akhir adalah cara yang digunakan
untuk memusnahkan sampah padat dari hasil kegiatan pengumpulan dan pengangkutan
mapun sampah padat hasil buangan kegiatan pengelolaan sampah itu sendiri.
Ada 2 cara pembuangan akhir, yaitu:
1) Open Dumping
2) Landfill, yang dapat dibedakan lagi atas:
a)
Sistim Controlled Landfill
b.
Sistim Sanitary Landfill
Open Dumping
Dilakukan dengan cara sampah dibuang begitu saja di tempat
pembuangan akhir (TPA) dan dibiarkan terbuka sampai pada suatu saat TPA penuh
dan pembuangan sampah dipindahkan ke lokasi lain atau TPA yang baru.
Untuk efisiensi pemakaian lahan, biasanya dilakukan kegiatan
perataan sampah dengan menggunakan dozer atau perataan dapat juga dilakukan
dengan tenaga manusia.
Keuntungan:
a. Operasi sangat mudah
b. Biaya operasi dan
perawatan murah
c. Biaya investasi TPA
relatif murah
Kerugian:
a. Timbul pencemaran udara
oleh gas, debu dan bau
b. Cepat terjadi proses
timbulnya leachate, sehingga menimbulkan pencemaran air tanah
c. Sangat mendorong
tumbuhnya sarang-sarang vektor penyakit (tikus, lalat, nyamuk dan serangga
lain).
d. Mengurangi
estetika lingkungan.
Landfill
Merupakan perbaikan dari pada cara open dumping yaitu dengan
menambahkan lapisan tanah penutup di atas sampah.
a. Sistem Controlled Landfill
Dilakukan dengan cara sampah ditimbun, diratakan dan dipadatkan
kemudian pada kurun waktu memperkecil pengaruh yang merugikan terhadap
lingkungan.
Bila lokasi pembuangan akhir telah mencapai akhir usia pakai,
seluruh timbunan sampah harus ditutup dengan lapisan tanah.
Diperlukan persediaan tanah yang cukup sebagai lapisan tanah
penutup.
Keuntungan:
1) Dampak negatif terhadap estetika lingkungan sekitarnya dapat
dikurangi
2) Kecil pengaruhnya terhadap estetika lingkungan awal
Kerugian:
1) Operasi relatif lebih sulit dibanding open dumping
2) Biaya investasi relatif lebih besar dari pada open dumping
3) Biaya operasi dan perawatan relatif lebih tinggi dari pada open
dumping
b. Sistem Sanitary Landfiil
Adalah sistem pembuangan akhir sampah yang dilakukan dengan cara
sampah ditimbun dan dipadatkan, kemudian ditutup dengan tanah sebagai lapisan penutup.
Hal ini dilakukan terus menerus secara berlapis-lapis sesuai rencana yang telah
ditetapkan.
Pekerjaan pelapisan sampah dengan tanah penutup dilakukan setiap
hari pada akhir jam operasi. Diperlukan persediaan tanah yang cukup untuk
menutup timbunan sampah.
Keuntungannya adalah pengaruh timbunan sampah terhadap lingkungan sekitarnya
relatif lebih kecil dibanding sistem controlled landfill.
Survey Komposisi Sampah
Sampah mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu Kabupaten
dengan Kabupaten lainnya, tergantung dari tingkat sosial ekonomi penduduk,
iklim dan lain-lain.
Karakteristik sampah dapat mencakup antara lain:
Komposisi Fisik Sampah
Komposisi fisik sampah mencakup besarnya prosentase dari komponen
pembentuk sampah yang terdiri dari organik, kertas, kayu, logam, kaca, plastik
dan lain-lain.
Sampah organik tersebut dapat membusuk sehingga dapat diolah untuk
dijadikan kompos. Sedang sampah lainnya seperti plastik, logam, gelas dapat
diolah kembali menjadi bentuk semula sehingga dapat digunakan kembali dengan
mutu atau kualitas yang lebih rendah (daur ulang).
KOMPOSISI
|
RATA-RATA (%)
|
Sampah organik
|
79,49
|
Kertas
|
7,8
|
Kayu
|
4,9
|
Kain / tekstil
|
2,7
|
Karet / kulit tiruan
|
0,4
|
Plastik
|
4,0
|
Logam
|
1,5
|
Gelas / kaca
|
0,6
|
Lain-lain (tanah, batu,
pasir)
|
0,9
|
T o t a l
|
100,00
|
Kadar air
|
60,09
|
Kadar abu
|
10,59
|
Nilai kalor (Kcal / kg)
|
1.272,22
|
Sumber : BPPT, 1981
|
Komposisi Kimia Sampah
Informasi dan data mengenai komposisi kimia sampah erat kaitannya
dengan pemilihan alternatif pengolahan dan pemanfaatan tanah. Untuk mengetahui kandungan
unsur kimia yang terdapat dalam sampah dapat dilakukan analisa dan percobaan di
laboratorium.
Pada sistem Sanitary Landfill dan Open Dumping, informasi mengenai
komposisi kimia sampah dimanfaatkan untuk mengetahui tingkat pencemaran yang ditimbulkan
oleh “leachate” terhadap air tanah. Sedang pada proses penghumusan, informasi
ini sangat berguna untuk mengetahui besarnya kandungan unsur-unsur, seperti zat
hara yang diperlukan oleh tanaman.
Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari unsur Carbon,
Hidrogen, Oksigen, Nitrogen, Sulfur dan Phospor (C, H, O, N, S, P), serta
lainnya yang terdapat dalam protein, karbohidrat dan lemak.
Kepadatan Sampah
Kepadatan sampah menyatakan berat sampah persatuan volume. Pada system
Sanitary Landfill, informasi kepadatan sampah diperlukan untuk menentukan ketebalan
dari lapisan sampah yang akan dibuang pada sistem tersebut. Sedang bila
menggunakan sistem pengolahan maka informasi ini diperlukan untuk merencanakan
dimensi unit proses.
Besarnya kepadatan sampah tiap Kabupaten berbeda tergantung dari
keadaan sosial, ekonomi serta iklim Kabupaten tersebut. Terdapat kecenderungan
bila produksi sampahnya tinggi maka densitasnya rendah.
Kepadatan sampah rumah tangga di negara yang sedang berkembang
berkisar antara 100 kg/m3 sampai 600 kg/m3. (Sandra. Cointerau, 1982).
Kepadatan sampah Kabupaten Jember rata-rata sebesar 250 kg/m3 atau 0,25 ton/m3.
Persampahan
Arahan pengelolaan persampahan di Kabupaten Jember dilakukan
dengan mendayagunakan Badan Usaha Swasta dan masyarakat untuk berperan serta
aktif dalam hal :
1) Meningkatkan kualitas
pelayanan persampahan hingga daerah yang lebih luas.
2) Penyediaan
sarana-sarana tempat pembuangan sampah yang memadai pada tiap-tiap kawasan
fungsional
3) Mengembangkan
pengelolaan sampah dengan sistem daur ulang
4) Meningkatkan
kualitas lingkungan Kabupaten termasuk pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah.
Saat ini sistem pengolahan sampah di Kabupaten Jember menggunakan system
controlled landfill dimana sampah ditutup dengan tanah kemudian dibongkar
kembali dijadikan kompos organik, namun sejak 2009 Pabrik pengolahan kompos
tidak beroperasi lagi.
Drainase
Arahan Pengelolaan dan pengembangan sistem drainase :
1) Rencana pengembangan sistem drainase diarahkan mengikuti pola system
Daerah Aliran Sungai (DAS)
2) Pola daerah aliran sungai, sistem drainase dan genangan
diarahkan memanfaatkan keberadaan situ-situ beserta arah alirannya.
3) Pola perencanaan pengembangan pengendalian banjir harus terintegrasi/terpadu
dengan memperhatikan arah dan sistem drainase, pola daerah aliran sungai,
keberadaan danau (situ) dan adanya daerah rawan banjir/genangan.
4) Membuat sumur resapan pada bangunan yang akan dibangun guna
menjaga fungsi hidrologis (resapan air) dan kelestarian lingkungan.
5) Pengendalian banjir adalah menciptakan lingkungan Kabupaten
bebas banjir dan genangan dengan menata daerah aliran sungai melalui pengendalian
sungai yang terpadu dengan sistem drainase wilayah.
Strategi pengendalian banjir di Kabupaten Jember adalah sebagai
berikut :
1) Mengendalikan debit air dan meningkatkan kapasitas sungai
dengan cara pengerukan
2) Membangun, meningkatkan dan mengembalikan fungsi situ-situ dan
waduk sebagai daerah penampungan air
3) Menjaga fungsi lindung dengan ketat sesuai dengan arahan
pemanfaatan yang berhubungan dengan tata air
4) Menjaga pemanfaatan ruang pada Daerah Aliran Sungai (DAS) agar
fungsi kawasan tetap terjaga
5) Meningkatkan peran serta masyarakat dalam menjaga Kelestarian
sungai
6) Pembuatan sarana pengendali banjir seperti pintu-pintu air
untuk pengaturan
7) Pengendalian pembangunan
pada bantaran sungai dengan upaya penghijauan atau pembebasan seluruh daerah
bantaran sungai dari kawasan terbangun, disesuaikan dengan garis sempadan
sungai yang telah ditetapkan.
Kondisi Eksisting Permasalahan Persampahan
Produksi Sampah
Timbulan sampah perkotaan dapat ditentukan oleh beberapa faktor
antara lain tersedianya prasarana dan sarana yang dipergunakan penduduk dalam
kegiatan sehariharinya guna memenuhi kebutuhannya.
Berdasarkan Standar SK. SNI S - 04 – 1991- 03 Spesifikasi Timbulan
Sampah untuk Kabupaten kecil dan sedang di Indonesia adalah antara 2,75 - 3,25
lt/org/hari dan berdasarkan perhitungan hasil konsultan terdahulu bahwa
produksi sampah per hari per orang 2,65 liter ( skala Kabupaten ) dengan dasar
timbulan tersebut (liter/orang/hari) maka pada tahun 2007 dapat dihitung
timbulan sampah total dengan jumlah penduduk Kabupaten Jember adalah 1.470.002
jiwa diperkirakan jumlah timbulan sampah perhari adalah 4.265 m3/hari.
Sampah yang terangkut 900 m3/hari, sampah yang tidak terangkut
3.665 m3/hari.
Kondisi Persampahan
Daerah pelayanan sampah saat ini hanya pada wilayah rumah tangga,
pasar, Komersial/jalan dan Industri/rumah sakit dimana timbulan sampah yang
dihasilkan adalah 4.265 m³/hari. Untuk wilayah komersial dan pemukiman masih
dikelola secara tradisional.
Sampah - sampah ini di Kabupaten Jember dikumpulkan dan dibawa ke
TPA, baik oleh DPU Cipta Karya dan Tata Ruang maupun oleh Dinas Pasar yang
menangani pasar. Operator dari sektor swasta pada saat ini menangani di Unit
Pengolahan Sampah (UPS).
Beberapa komponen dari aliran sampah kota ini dikelola secara
terpisah oleh pihak pihak yang pada dasarnya informal meliputi :
1. Produk yang dapat didaur ulang;
2. Barang yang dapat dijual kembali; dan
3. Material konstruksi dan bongkaran.
Pengangkutan
Transportasi hasil pengumpulan sampah ke TPA dilakukan dengan
menggunakan berbagai kendaraan termasuk truk biasa, dump truk, armroll truk
dengan container terpisah dan truk pemadat (compactor trucks). Di Kabupaten Jember
hanya ada dump truk dan arm roll, baik yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum
Cipta Karya dan Tata Ruang maupun langsung oleh Dinas Pasar.
Sistem pengangkutan sampah di Kabupaten Jember dilaksanakan dengan
pemindahan langsung dari TD–TD sampah yang ada, kontainer atau lokasi tertentu
yang belum ada TD atau langsung dari rumah ke rumah atau dari toko/bangunan ke
toko/bangunan dengan dump truk yang selanjutnya dibuang atau dibawa ke TPA
sampah. Jenis kendaraan yang digunakan adalah dump truk sebanyak 24 unit dengan
kondisi hanya 12 unit yang layak operasional.
Prasarana dan sarana yang ada untuk mengangkut Sampah yang telah
dimiliki oleh Dinas Pekerjaan Umum Cipta Karya dan Tata Ruang Kabupaten Jember
dengan serta jumlah ritasi setiap kendaraan adalah sebagai berikut :
Diangkut dengan dump truk
a.
Volume dump truk = 8 M3
b.
Volume efektif = 10 m3
c.
Jumlah dump truk = 24 unit
d.
Jumlah Transfer Depo = 19 unit
e.
Jumlah TPS = 1 unit
f.
Bak sampah = 70 unit
g.
Gerobak sampah = 200 unit
h.
Ritasi dump truk = 2-3 rit/hari/unit
Rencana Peningkatan Prasarana dan Sarana Pengelolaan Persampahan
Kebupaten Jember Tahun 2014 – 2017 :
Tahun 2014.
•
Pengadaan gerobak sampah
bermesin 10 unit.
•
Pengadaan gerobak sampah 75
unit.
•
Papan himbauan 75 unit
•
Pengadaan dump truck 4 unit
Tahun 2015
•
Pengadaan armroll truck
sebanyak 4 unit .
•
Pengadaan gerobak sampah
bermesin 10 unit.
•
Pengadaan dump truck 4 unit.
•
Pengadaan gerobak sampah 75
unit.
•
Pengadaan mobil toilet 2
unit.
•
Papan himbauan 75 unit
Tahun 2016
•
Pengadaan armroll truck
sebanyak 4 unit .
•
Pengadaan gerobak sampah
bermesin 10 unit.
•
Pengadaan dump truck 4 unit.
•
Pengadaan gerobak sampah 75
unit.
•
Pengadaan mobil toilet 2
unit.
•
Papan himbauan 75 unit
•
Pengadaan mesin pengolah
sampah 30 unit.
Tahun 2017
•
Pengadaan armroll truck
sebanyak 4 unit .
•
Pengadaan gerobak sampah
bermesin 5 unit.
•
Pengadaan dump truck 4 unit.
•
Pengadaan gerobak sampah 75
unit.
•
Papan himbauan 75 unit
Teknis Operasional
Seluruh sampah yang terkumpul dipilah menjadi organik dan
anorganik, tetapi jika tidak sempat untuk memilah, maka mesin pencacah yang
tersedia mampu memilah sampah tersebut. Mesin pencacah yang tersedia mampu
mereduksi sampah sebesar 75% - 80% dari volume sebelumnya. Organik tercacah
tersebut tidak menghasilkan bau yang menyengat. Kemudian organik tercacah
tersebut memasuki proses komposting. Setelah melalui proses pencacahan kedua, screening
dan pematangan maka organik tersebut telah menjadi kompos yang dapat dipakai di
lahan-lahan pertanian. Dari seluruh sampah yang diolah, ada sekitar 3% yang
harus dibakar menggunakan tungku bakar atau secara manual dibakar dan dapat
diolah lebih lanjut. Plastik yang telah dipilah secara manual atau oleh mesin
pencacah dapat dimanfaatkan lebih lanjut untuk dijadikan
bahan daur ulang.
Dengan adanya kegiatan UPS maka diperlukan pemantauan terhadap
dampak lingkungan dengan menganalisa beberapa sample seperti air tanah, udara
yang menunjukkan bahwa keberadaan UPS tidak mencemari lingkungan dan dapat diterima
oleh masyarakat sekitar.
Metode Pembuangan Sampah
Pembuangan sampah mengenal beberpa metode dalam pelaksanaannya yaitu
:
Open Dumping
Open Dumping atau pembuangan terbuka merupakan cara pembuangan
sederhana dimana sampah hanya dihamparkan pada suatu lokasi; dibiarkan terbuka
tanpa pengaman dan ditinggalkan setelah lokasi tersebut penuh. Masih ada Pemda
yang menerapkan sistem seperti ini karena alasan keterbatasan sumber daya
(manusia, dana, dll)
Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi
pencemaran ligkungan yang ditimbulkannya seperti :
1. Perkembangan vektor penyakit seperti lalat, tikus, dll
2. Polusi udara oleh bau dan gas yang dihasilkan.
3. Polusi air akibat lindi (cairan sampah) yang timbul.
4. Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor
Controll landfill
Metode ini merupakan peningkatan dari open dumping dimana secara periodik
sampah yang telah tertimbun ditutup dengan lapisan tanah untuk mengurangi
potensi gangguan lingkungan yang ditimbulkan. Dalam operasionalnya juga
dilakukan perataan dan pemadatan sampah untuk meningkatkan efisiensi
pemanfaatan lahan dan kestabilan permukaan TPA.
Di Indonesia, metode control landfill dianjurkan untuk ditetapkan
di Kabupaten sedang dan Kabupaten kecil. Untuk dapat melaksanakan metode ini
diperlukan penyediaan beberapa fasilitas diantaranya :
1. Saluran drainase untuk mengendalikan aliran air hujan
2. Saluran pengumpul lindi dan kolam penampungan
3. Pos pengendalian operasional
4. Fasilitas pengendalian gas metan
5. Alat berat
Sanitary landfill
Metode ini merupakan metode standar yang dipakai secara
internasional dimana penutupan sampah dilakukan setiap hari sehingga potensi
gangguan yang timbul dapat diminimalkan. Namun demikian diperlukan penyediaan
prasarana dan sarana yang cukup mahal bagi penerapan metode ini sehingga sampai
saat ini baru dianjurkan untuk Kota-kota besar dan metropolitan.
Persyaratan Lokasi TPA
Mengingat besarnya potensi dalam menimbulkan gangguan terhadap
lingkungan maka pemilihan lokasi TPA harus dilakukan dengan seksama dan
hati-hati. Hal ini dapat ditunjukkan dengan sangat rincinya persyaratan lokasi
TPA seperti tercantum dalam SNI dan UU RI No.18 Tahun 2008, tentang Tata Cara
Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah da; yang diantaranya dalam
kriteria regional dicantumakan:
1. Bukan daerah rawan geologi (daerah patahan, daerah rawan
longsor, rawan gempa, dll)
2. Bukan daerah rawan hidrogeologis yaitu daerah dengan kedalaman
air tanah kurang
3 meter, jenis tanah mudah meresapkan air, dekat dengan sumber air
(dalam hal tidak terpenuhi harus dilakukan masukkan teknologi)
3. Bukan daerah rawan topografis (kemiringan lahan lebih dari 20
%)
4. Bukan daerah rawan terhadap kegiatan penerbangan di bandara
(jarak minimal 1,5 – 3 meter)
5. Bukan daerah/kawasan yang dilindungi.
A. Tahap Operasi Pembuangan
Kegiatan operasi pembuangan sampah secara berurutan akan meliputi
:
1) Penerimaan sampah di pos pengendalian; dimana sampah diperiksa,
dicatat dan diberi informasi mengenai lokasi pembongkaran.
2) Pengengkutan sampah dari pos penerimaan ke lokasi sel yang dioperasikan;
dilakukan sesuai rute yang diperintahkan.
3) Pembongkaran sampah dilakukan dititik bongkar yang telah
ditentukan dengan manuver kendaraan sesuai petunjuk pengawas.
4) Perataan sampah oleh alat berat yang dilakukan lapis demi lapis
agar tercapai kepadatan optimum yang diinginkan. Dengan proses pemadatan yang
baik dapat diharapkan kepadatan sampah meningkat hampir dua kali lipat.
5) Pemadatan sampah oleh alat berat untuk mendapatkan timbunan sampah
yang cukup padat sehingga stabilitas permukaannya dapat diharapkan untuk
menyangga lapisan berikutnya.
6) Penutupan sampah dengan tanah untuk mendapatkan kondisi operasi
controll atau sanitary landfill.
B. Pengaturan lahan
Seringkali TPA tidak diatur dengan baik. Pembongkaran sampah
disembarang tempat dalam lahan TPA sehingga menimbulkan kesan yang tidak baik;
disamping sulit dan tidak efisiennya pelaksanaan pengerjaan peralatan,
pemadatan dan penutupan sampah tersebut. Agar lahan TPA
dapat dimanfaatkan dengan efisien, maka perlu dilakukan pengaturan
yang baik yang mencangkup :
1. Pengaturan sel
Sel merupakan bagian dari TPA yang digunakan untuk menampung
sampah satu periode operasi terpendek sebelum ditutup dengan tanah. Pada sistem
sanitary landfill, periode operasi terpendek adalah harian; yang berarti bahwa
satu sel adalah bagian dari lahan yang digunakan untuk menampung sampah selama
satu hari. Semantara untuk control landfill satu sel adalah untuk menaampung
sampah selama 3 hari, atau 1 minggu, atau periode operasi terpendek yang
dimungkinkan. Dianjurkan periode operasi adalah 3 hari, berdasarkan
pertimbangan waktu penetasan telur lalat yang rata – rata mencapai 5 hari; dan
asumsi bahwa sampah telur berumur 2 hari saat ada di TPS sehingga belum menetas
perlu ditutup tanah agar telur/larva muda segera mati.
Untuk pengaturan sel perlu diperhatikan beberapa faktor :
Lebar sel sebaiknya berkisar antara 1,5 – 3 lebar blade alat berat
agar manuver alat berat dapat lebih efisien.
Ketebalan sel sebaiknya antara 2 – 3 meter. Ketebalan terlalu
besar akan menurunkan stabilitas permukaan, semantara terlalu tipis menyebabkan
pemborosan tanah penutup.
Panjang sel dihitung berdasarkan volumesampah padat dibagi dengan
lebar dan tebal sel. Dianjurkan panjang sel tidak
Sebagai contah bila volume sampah padat adalah 150 m3/hari, tebal sel
direncanakan 2 m, lebar direncanakan 3 m, maka panjang sel adalah 150/(3X2) =
25 m.
Batas sel harus dibuat jelas dengan pemasangan patok – patok dan tali
agar operasi penimbunan sampah dapat berjalan dengan lancar.
2. Pengaturan Blok
Blok operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk penimbunan
sampah selama periode operasi menengah misalnya 1 atau 2 bulan. Karenanya luas
blok akan sama dengan luas sel dikalikan perbandingan periode operasi menengah
dan pendek.
Sebagai contoh bila sel harian berukuran lebar 3 meter dan panjang
25 meter maka blok opersi bulanan akan mencapai 30 X 75 m2 = 2. 250 m2.
3. Pengaturan Zona
Zona operasi merupakan bagian dari lahan TPA yang digunakan untuk jangka
waktu panjang misal 1 – 3 tahun, sehingga luas zona operasi akan sama dengan
luas blok operasi dikalikan dengan perbandingan periode operasi panjang dan
menengah.
Sebagi contoh bila blok operasi bulanan memiliki luas 2.250 m2
maka zona operasi tahunan akan menjadi 12 X 2.250 = 2,7 ha.
Persiapan Sel Pembuang
Sel pembuangan yang telah ditentukan ukuran panjang, lebar dan
tebalnya perlu dilengkapi dengan patok – patok yang jelas. Hal ini dimaksudkan
untuk membantu petugas/operator dalam melaksanakan kegiatan pembuangan sehingga
sesuai dengan rencana yang telah dibuat.
Beberapa pengaturan perlu disusun dengan rapi diantaranya :
1. Peletakan tanah tertutup
2. Letak titik pembongkaran sampah dari truk
3. Manuver kendaraan saat pembongkaran
Pembongkaran Sampah
Letak titik pembongkaran harus diatur dan diinformasikan secara
jelas kepada pengemudi truk agar mereka membuang sampah pada titik yang benar
sehingg proses berikutnya dapat dilaksanakan dengan efisien. Titik bongkar
umumnya diletakan di tepi sel yang sedang diopeasikan dan berdekatan dengan
jalan kerja sehingga kendaraan truk dapat dengan mudah mencapainya. Beberapa
pengalaman menunjukan bahwa titik bongkar yang sulit dicapai pada saat hari
hujan akibat licinnya jalan kerja.
Hal ini perlu diantisipasi oleh penanggung jawab TPA agar tidak
terjadi.
Jumlah titik bongkar pada setiap sel ditentukan oleh beberapa
faktor :
1. Lebar sel
2. Waktu bongkar rata – rata
3. Frekuensi kedatangan truk pada jam puncak
Harus diupayakan agar setiap kendaraan yang atang dapat segera
mencapai titik bongkar dan melakukan pembongkaran sampah agar efisien kendaraan
dapat dicapai.
Perataan dan Pemadatan Sampah
Perataan dan pemadatan sampah dimaksudkan untuk mendapatkan
kondisi pemanfaatan lahan yang efisien dan stabilitas permukaan TPA yang baik.
Kepadatan sampah yang tinggi di TPA akan memerlukan volume lebih kecil sehingga
daya tampung TPA bertambah, sementara permukaan yang stabil akan sangat
mendukung penimbunan lapis berikutnya. Pekerjaan perataan dan pemadatan sampah
sebaikmya dilakukan dengan memperhatikan efisiensi operasi alat berat.
Pada TPA dengan intensitas kedatangan truk yang tinggi,perataan
dan pemadatan perlu segera dilakukan setelah sampah dibongkar.Penundaan
pekerjaan ini akan menyebabkan sampah menggunung sehingga pekerjaan perataannya
akan kurang efisien dilakukan.
Pada TPA dengan frekwensi kedatangan truk yang rendah maka
perataan dan pemadatan sampah dapat dilakukan secara periodik,misalnya pagi dan
siang.
Perataan dan pemadatan sampah perlu dilakukan dengan memperhatikan
criteria pemadatan yang baik :
1. Peratan dilakukan lapis demi lapis
2. Setiap lapis diratakan sampah setebal 20 cm – 60 cm dengan cara
mengatur ketinggian blade alat berat.
3. Pemadatan sampah yang telah rata dilakukan dengan menggilas
sampah tersebut 3 – 5 kali.
4. Perataandan pemadatan dilakukan sampai ketebalan sampah mencapai
ketebalan rencana
Penutupan Tanah
Penutupan TPA dengan tanah mempunyai fungsi/maksud :
1. Untuk memotong siklus hidup lalat, khususnya dari telur menjadi
lalat
2. Mencegah perkembangan tikus
3. Mengurangi rembesan air hujan yang akan membentuk lindi
4. Mengurangi bau
5. Mengisolasi sampah dan gas yang ada
6. Menambah kestabilan permukaan
7. Meningkatkan estetika permukaan
Frekuensi penutupan sampah dengan tanah disesuaikan dengan metode
/ teknologi yang diterapkan. Penutupan sel sampah pada sistem sanitary landfill
dilakukan setiap hari, sementara pada control land fill dianjurkan 3 hari
sekali. Ketebalan tanah penutup yang perlu dilakukan adalah :
1. Untuk penutupan sel (sering disebut dengan penutupan harian)
adalah dengan lapisan tanah padat setebal 20 cm
2. Untuk penutupan antara (setelah 2 – 3 lapis sel harian ) adalah
tanah padat setebal 30 cm.
3. Untuk penutupan terakhir yang dilakukan pada saat suatu blok
pembuangan telah terisi penuh, dilapisi dengan tanah padat setebal minimal 50
cm.
Pemeliharaan TPA
Pemeliharan TPA dimaksudkan untuk menjaga agar setiap prasarana
dan sarana yang ada selalu dalam kondisi siap operasi dengan unjuk kerja yang
baik. Seperti halnya program pemeliharaan lazimnya maka sesuai tahapannya perlu
diutamakan kegiatan pemeliharaan yang bersifat preventif untuk mencegah
terjadinya kerusakan dengan melaksanakan pemeliharaan rutin.
Pemeliharaan korektif dimaksudkan untuk segera melkukan perbaikan
kerusakan – kerusakan kecil agar tidak berkembang menjadi komplek dan besar.
Pengawasan Kegiatan Pembuangan
A. Tujuan pengawasan dan pengendalian
Pengawasan dan pengendalian TPA dimaksudkan untuk meyakinkan bahwa
setiap kegiatan yang ada di TPA dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah
ditentukan dan dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan sbb :
1) Apakah sampah yang dibuang merupakan sampah perkotaan, dan bukan
jenis sampah yang lain ?
2) Apakah volume dan berat sampah yang masuk TPA diukur dan
dicatat dengan baik ?
3) Apakah sel pembuangan dan titik bongkar sudah ditentukan ?
4) Apakah pengemudi sudah diarahkan ke lokasi yang benar ?
5) Apakah tanah penutup telah tersedia ?
6) Apakah perataan dan pemadatan dilakukan sesuai dengan rencana?
7) Apakah penitipan telah dilakukan dengan baik ?
8) Apakah prasarana dan sarana dioperasikan dan dipelihara dengan
baik ?
B. Tata cara pengawasan dan pengendalian
Pengawasan dilakukan dengan kegiatan pemeriksaan/pengecekan yang meliputi
:
1) Pemeriksaan kedatangan sampah
2) Pengecekan rute pembuangan
3) Pengecekan operasi pembuangan
4) Pengecekan unjuk kerja fasilitas
5) Pengendalian TPA meliputi aktifitas untuk mengarahkan
operasional pembuangan dan unjuk kerja setiap fasilitas sesuai fungsi seperti :
6) Pemberian petunjuk operasi pembuangan bila petugas lapangan/operator
melaksanakan tidak sesuai dengan rencana.
7) Pemeriksaan kwalitas pengolahan lindi dan pemberian petunjuk
cara pengoperasian yang baik
Pendataan dan Pelaporan
A. Pendataan TPA
Data – data yang diperlukan akan mencakup :
1) Data kedatangan kendaraan pengangkut sampah dan volume sampah yang
diperlukan untuk mengetahui kapasitas pembuangan harian; yang akan digunakan
untuk mengevaluasi perencanaan TPA yang telah disusun berkaitan dengan
kapasitas tampung dan usia pakai TPA. Data ini dapat dikumpulkan di Pos
Pengendali TPA dimana terdapat petugas yang secara teliti memeriksa, mengukur
dan mencatat data tersebut dengan bantuan Form Kedatangan Truk.
2) Data kondisi instalasi pengolahan lindi khususnya kualitas
parameter pencemar untuk mengetahui efisiensi pengolahan lindi dan potensi pencemaran
yang masih ada. Data ini diperoleh melalui pemeriksaan kualitas air lindi di
laboratorium.
3) Data operasi dan pemeliharaan alat berat yang merupakan data
unjuk kerja alat berat dan pemantau pemeliharaannya.
B. Pelaporan TPA
Data-data diatas perlu dirangkum dengan baik menjadi suatu laporan
yang dengan mudah memberikan gambaran mengenai kondisi pengoperasian dan pemeliharaan
TPA kepada para pengambil keputusan maupun perencana bagi pengembangan TPA
lebih lanjut.
Pengendalian TPA
A. Pengendalian lalat
Perkembangan lalat dapat terjadi dengan cepat yang umumnya
disebabkan oleh terlambatnya penutupan sampah dengan tanah sehingga tersedia cukup
waktu bagi telur lalat untuk menjadi larva dan lalat dewasa.
Karenanya perlu diperhatikan dengan seksama batasan waktu paling
lama untuk penutupan tanah. Semakin pendek periode penutupan tanah akan semakin
kecil pula perkembangan lalat. Dalam hal lalat telah berkembang banyak, dapat dilakukan
penyemprotan insektisida dengan menggunakan mistblower. Tersedianya pepohonan
dalam hal ini sangat membantu pencegahan penyebaran lalat ke luar lingkungan
luar TPA.
B. Pencegahan kebakaran/Asap
Kebakaran/asap terjadi karena gas metan terlepas tanpa kendali dan
bertemu dengan sumber api. Terlepasnya gas metan seperti telah dibahas sebelumnya
sangat ditentukan oleh kondisi dan kwalitas tanah penutup.
Sampah yang tidak tertutup tanah sangat rawan terhadap bahaya
kebakaran karena gas tersebar di seluruh permukaan TPA. Untuk mencegah kasus
ini perlu diperhatikan pemeliharaan lapisan tanah penutup TPA.
C. Pencegahan pencemaran air
Pencegahan pencemaran air perlu dilakukan dengan menjaga agar
lindi yang dihasilkan dari TPA dapat :
1) Terbentuk sesedikit mungkin; dengan cara mencegah rembesan air hujan
melalui konstruksi drainase dan tanah penutup yang baik.
2. Terkumpul pada kolam pengumpul dengan lancar
3) Diolah dengan baik pada kolam pengolahan; yang kwalitasnya
secara periodik diperiksa.
E. Pembuatan Bufferzone
1. Dampak Terhadap Fisik Kimia
Ikim Mikro
Kegiatan penanaman pohon peneduh dan penghijauan di dalam tapak proyek
akan berdampak terhadap kelembaban suhu udara dalam tapak proyek.
Kualitas Udara dan Kebisingan
Pembuatan bufferzone pada tahap konstruksi diperkirakan akan
berdampak terhadap peningkatan kualitas udara di dalam dan sekitar tapak
proyek.
Penanaman jenis tumbuhan akan meningkatkan kadar oksigen (O2) di uadar.
Selain itu juga dapat mengurangi kadar debu dan tingkat kebisingan disekitarnya.
Kestabilan Lereng dan Erosi
Kegiatan pembuatan bufferzone berupa penanaman jenis jenis pohon
untuk lokasi pengolahan akhir sampah di dalam tapak proyek terutama pada areal yang
berbatasan dengan danau (eks galian oasir). Penanaman enis pohon pelindung yang
memiliki sistem perakaran yang kuat akan meningkatkan kestabilan lereng dan
meningkatkan kemampuan tanah untuk menahan erosi.
2. Dampak Terhadap hayati
Flora Darat
Kegitan penghijauan/landscaping pada tahap konstruksi proyek
diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan keanekaragaman jenis flora
darat di dalam tapak proyek.
Fauna Darat
Kegiatan penghijauan/landscaping pada tahap konstruksi proyek akan
diperkirakan akan berdampak terhadap peningkatan keanekaragaman fauna darat di
dalam tapak proyek, khususnya jenis-jenis hewan yang memanfaatkan flora darat
sebagai habitatnya seperti jenis-jenis serangga
(insekta) dan burung (aves).
3. Dampak Terhadap Sosekbud dan Lingkungan Binaan
Estetika Lingkungan
Penanaman jenis-jenis tumbuhan peneduh/pelindung dan tanaman hias akan
meningkatkan nilai estetika lingkungan di dalam tapak proyek
DINAS
PEKERJAAN UMUM
CIPTA KARYA DAN TATA RUANG
KABUPATEN JEMBER
RENCANA INDUK
(MASTER PLAN)
PENGELOLAAN SAMPAH KABUPATEN JEMBER
TAHUN 2014 - 2017
DISUSUN OLEH :
R. MUH. MASBUT